Raden Adjeng Kartini adalah seorang putri Raden Mas
Sosroningrat, bupati Jepara. Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Kartini
adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara
sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau adalah keturunan
keluarga yang cerdas. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di
ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa
Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah
bisa dipingit. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai
belajar sendiri dan timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi,
dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang
rendah. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi
dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati
Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri.
Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan
Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di
sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah
bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Kartini meninggal pada
usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Berkat
kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di
Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun,
Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”.
Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik
Etis. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April,
untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai
Hari Kartini. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami
perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan
keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari
belenggu diskriminasi. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini
masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.
Jadi, sebagai pelajar marilah kita teruskan perjuangan RA Kartini dengan cara
belajar yang tekun.
No comments:
Post a Comment