Kenichi Ohmae,
dalam bukunya The End of The Nation-State: The Rise of Regional Economies (1995), membuat orang terperangah.
Betapa tidak buku ini secara eksplisit mengumumkan berakhirnya “nation-state” atau “negara-bangsa”.
Menurut Kenichi
Ohmae, negara adalah artefak peninggalan abad ke-18 dan ke-19,
karena menurutnya tidak ada lagi tapal batas (borderless). Kenichi Ohmae menyatakan bahwa “negara bangsa mengalami
masa keredupannya”. Institusi negara tidak lagi dianggap penting ketika
muncul realita tentang kondisi yang digambarkan sebagai dunia yang borderless yang menyimpan satu konsekuensi
vital, yakni larutnya etika bersekat-sekat indentitas (nasionalisme, agama,
indentitas komunal) yang selama ini dipegang lantaran dinding-dinding yang
tegas telah runtuh, satu kondisi yang dapat diwakili oleh dua kata yakni, arus
globalisasi.
Di akhir abad ke 20,
sebuah era yang ditandai dengan munculnya globalisme atau sering juga disebut
sebagai globalisasi di mana pola kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya
mulai teraduk menjadi satu tanpa terikat lagi oleh batas-batas negara-bangsa,
peran dan efektivitas adanya negara-bangsa mulai dipertanyakan. Negara-bangsa
yang dicirikan oleh adanya territorium kontrol atas kekerasan, struktur
kekuasaan impersonal dan legitimasi, perlahan mulai kehilangan fungsinya. Dalam
dunia masa kini yang makin kompetitif, negara-bangsa semacam itu tidak lagi
memiliki sumber daya yang dapat mereka gunakan untuk membiayai ambisi mereka.
Pada masa ini, mereka harus menemukan bantuan ekonomi global dan membuat
perubahan pada negaranya agar bantuan datang.
Globalisasi
disederhanakan sebagai proses ekspansi kapitalisme global ke dalam
lokalitas-lokalitas, baik dalam konteks perluasan pasar dan perluasan jaringan
ekonomi atau eksploitasi sumberdaya. Singkatnya globalisasi dipahami sebagai
internasionalisasi finansial, produksi, ataupun sumber daya ekonomi lainnya. Globalisasi,
secara faktual, tidak berada dalam satu cakrawala arti. Lebih dari sekedar
fenomena ekonomi, globalisasi adalah sebuah proses perubahan sosial, ekonomi,
politik, budaya yang menelusup secara ekstensif dan intensif ke dalam kehidupan
masyarakat dunia. Ekstensif berarti bahwa perubahan tersebut menjangkau wilayah
geografis yang nyaris tak terbatas, sedangkan intensif berarti bahwa perubahan
tersebut juga terjadi dalam wilayah kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks ini terlihat bahwa globalisasi merupakan
proses pertumbuhan yang multidimensi dan multibentuk melalui keterhubungan
antar negara dan antar individu di seluruh dunia. Dan proses pertumbuhannya
menyangkut aspek ekonomi, budaya, dan sosial-politik. Dalam dimensi ekonomi,
proses ini mencakup pertumbuhan angka perdagangan, pergerakan mata uang,
investasi global dan produksi yang melibatkan regulasi, standarisasi, dan
eksistensi kelembagaan. Tenaga kerja murah, kemudahan investasi dan
transportasi, liberalisasi perdagangan, serta bebasnya aliran modal mampu
memobilisir pertumbuhan ekonomi
dunia secara global.
Empat variabel dalam
globalisasi yang semakin menunjukkan gejala ke arah borderless world, yang dapat dikatakan merupakan biang kerok
impotensi negara-bangsa ini adalah sebagaimana disebut juga oleh Kenichi Ohmae
dalam buku ini empat “I” , yaitu investasi (investment),
industri (industri), informasi (information) dan pelanggan individu (individual consumer).
Aliran
investasi (investment) menyebabkan
pasar modal di banyak negara berkembang mulai hilang. Hal ini memunculkan
berbagai problem seperti adanya akumulasi uang pensiun dan asuransi jiwa yang
membengkak. Sebagai akibatnya, pasar modal telah mengembangkan mekanisme baru
untuk bergerak melintasi batas negara. Adanya investasi menyebabkan tumbuhnya “I”
yang kedua, yaitu industri (industry)
yang tidak terikat oleh batas-batas negara lagi. Pergerakan investasi dan industri
ini telah difasilitasi oleh “I’ yang ketiga, yaitu informasi (information) yang didukung oleh
teknologi yang semakin modern.
Berkembangnya informasi
dan teknologi membawa perubahan sosial yang berdampak pada kehidupan ekonomi,
sehingga jalur-jalur ekonomi tradisional menjadi tidak berarti. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi berakibat langsung pada struktur pasar dan
institusi keuangan dunia. Derasnya arus teoritisasi sistem finansial,
akselerasi inovasi teknologi keuangan, deregulasi dan reformasi institusi telah
merubah wajah system dan mekanisme finansial sehingga mendorong munculnya
perkembangan sistem keuangan global. Beberapa contoh dapat dikemukakan seperti
pemadatan (embedding) ruang dan waktu kerja manusia berdasarkan
teknologi dalam sistem kapitalisme mengakibatkan semua ruang kehidupan menjadi wahana untuk menjual produk. Ruang
kerja tidak lagi membutuhkan tempat khusus seperti ruang kantor. Semua
transaksi bisnis dapat dilakukan di restoran, ruang hotel, atau rumah pribadi.
Waktu kerja pun bisa ditambah sesuai dengan kebutuhan produktivitas.
Perpaduan tiga “I” ini
memungkinkan perusahaan beroperasi di berbagai belahan dunia tanpa harus membangun suatu sistem bisnis keseluruhan di
tiap negara di mana perusahaan itu muncul. Misalnya, insinyur di pusat kerja
Osaka (Jepang) dapat dengan mudah mengendalikan operasi pabrik di belahan dunia
seperti di China. Selanjutnya, “I” yang keempat adalah pelanggan individu (individual consumer) atau dapat disebut individu saja. Dengan akses
terhadap informasi yang lebih baik mengenai gaya hidup global, para individu
ini cenderung ingin membeli produk yang paling bagus dan murah, tidak peduli
darimana produk tersebut berasal.
Mobilitas
empat “I” ini bila digabungkan dapat membuat satuan-satuan ekonomi (seperti
perusahaan-perusahaan multinasional) di berbagai belahan dunia dapat ditarik di
manapun dan ke manapun untuk mendirikan usahanya. Mereka tidak lagi mencari
pendampingan untuk pengumpulan sumber daya yang dekat dengan negara asal. Juga
mereka tidak lagi mengandalkan usaha pemerintah untuk menarik sumber daya. Hal
ini membuat fungsi “makelar” tradisional dari negara-bangsa dan pemerintahnya
tidak lagi dianggap penting. Hal ini disebabkan pasar global bekerja hanya
untuk kepentingannya sendiri dan negara-bangsa tidak lagi berperan dalam
penciptaan pasar.
Perkembangan ini memacu
individu berinvestasi dalam ragam bisnis, memperoleh
tingkat suku bunga yang lebih murah dari sebelumnya, serta berbagi risiko
dengan
individu atau lembaga lain. Perkembangan dramatis dalam sektor finansial dunia
semakin
kuat karena keikutsertaan pihak luar, seperti lembaga internasional.
Struktur
pasar global yang selama ini menjadi prerogatif individu dan perusahaan
multinasional
mengalami perubahan signifikan karena selain lembaga internasional, juga
mengakibatkan posisi individu dan perusahaan multinasional
menjadi dominan serta berkurangnya peran nation
state.
Lebih lanjut Kenichie
Ohmae menyatakan, berkenaan dengan aliran riil aktivitas ekonomi, negara-bangsa
post-kolonial telah kehilangan perannya sebagai unit‑unit partisipasi yang
bermakna dalarn ekonomi dunia yang tanpa batas. Peran mereka telah digantikan
oleh “negara‑negara kawasan” atau oleh kian meningkatnya peran aktor‑aktor non-teritorial,
seperti perusahaan‑perusahaan multinasional, gerakan‑gerakan transnasional, dan
organisasi‑organisasi internasional. Negara hadir tanpa nyawa, berdiri tanpa
kaki, dan hidup tanpa fungsi yang riil bagi rakyatnya.
Menurut Ohmae, apa yang
kita saksikan sekarang ialah pengaruh kumulatif perubahan dalam aktivitas ekonomi
di seluruh dunia. Sehingga arus kekuatan itu menjadi saluran baru atau saluran
yang membentuk garis demarkasi pada peta politik tradisional. Singkat kata,
dalam hal aliran aktivitas ekonomi, negara-bangsa telah kehilangan peran mereka
untuk berpartisipasi dalam ekonomi global dalam dunia tanpa batas seperti
sekarang ini. Semua usaha negara-bangsa untuk menyertakan bentuk kedaulatan
ekonomi tradisional terhadap rakyat dan wilayah yang ada dalam batas negara sekarang
telah mulai memberikan pengaruh berbalik.
Kebenarannya ialah
dalam hal ekonomi global, negara-bangsa telah menjadi pelaku yang tidak lagi
diperhitungkan. Mereka mungkin dahulunya pada jaman Merkantilis ialah merdeka,
kuat, dan menjadi mesin pencipta kemakmuran. Tetapi, seiring munculnya globalisasi,
mereka telah menjadi mesin distribusi kemakmuran yang tidak efisien. Apalagi,
sejalan dengan pekerjaan pasar modal global yang mulai mengerdilkan kemampuan
mereka untuk mengendalikan tingkat pertukaran atau melindungi mata uang mereka,
Negara-bangsa itu telah menjadi rentan terhadap gangguan yang dibentuk oleh
pilihan ekonomi yang dibuat oleh rakyat dan lembaga di mana mereka tidak lagi memiliki
kendali praktis.
Pemetaan ekonomi pada
jaman dahulu, yang terpenting adalah kenyataan yang ada pada peta ekonomi
tradisional, perdagangan dilakukan di mana ada sumber daya alam cadangan,
sumber energi, sungai yang dapat dilalui untuk perdagangan, dermaga, jalur
kereta, dan lain-lain. Di peta ekonomi jaman sekarang, sudah berbeda sama
sekali. Yang terpenting pada kenyataannya adalah daerah ekonomi merupakan
daerah yang terekam TV satelit, daerah yang terjangkau oleh siaran radio, dan
daerah yang dapat dijangkau oleh koran dan majalah. Informasi dapat
menggantikan kegiatan-kegiatan politik sebagai faktor yang mempengaruhi
kegiatan dan jalannya roda perekonomian.
Dalam beberapa dekade
terakhir ini memang terjadi perubahan besar yang menggeser tata sosial, ekonomi
dan politik global. Ini dicirikan dengan makin maraknya kemunculan
kekuatan-kekuatan politik yang tidak berada dalam negara dan bersifat lintas
batas. Contoh yang paling kentara adalah kekuatan korporasi global yang dalam
beberapa hal mampu “mendisiplinkan” negara baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui tangan-tangan mereka, yaitu IMF dan Bank Dunia. Kedua lembaga
itu terbukti telah membukakan jalan bagi korporasi internasional untuk
mendesakkan privatisasi dan perluasan pasar. Proses yang digerakkan oleh faktor-faktor di atas ditengarai berdampak pada terjadinya “the rise of business and the decline of the nation state” yang berujung akhir pada kemungkinan terjadinya apa yang dikatakan oleh Kenichi Ohmae sebagai “the end of nation states”.
Namun apapun keberatan
terhadap globalisasi dan fenomena negara-bangsa saat ini, sebagai sebuah
realitas yang tidak terelakkan, respon yang paling tepat terhadap globalisasi
ini sebenarnya bukan terletak pada menolak atau menerimanya, tetapi lebih
kepada bagaimana mempersiapkan diri menghadapinya, dan inilah agaknya yang
sedang diungkapkan dan diajarkan Kenichi Ohmae melalui bukunya ini dengan
memakai bidang ekonomi sebagai wilayah kajiannya.
kak kurang jelas poin poinnya, mungkin lebih baik ditandai untuk poin poinnya.
ReplyDeleteTerima kasih, blog ini sangat membantu.
ReplyDeletebahasanya berat sangat
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteKeren banget penjelasannya :")))
ReplyDeleteTerima kasihhhhh
Hmmmm :v
Delete