History

History
"History Make Me Happy"

Sunday 6 January 2013

Akhir Negara Bangsa: Bangkitnya Ekonomi Regional

          Kenichi Ohmae, dalam bukunya The End of The Nation-State: The Rise of Regional Economies (1995), membuat orang terperangah. Betapa tidak buku ini secara eksplisit mengumumkan berakhirnya “nation-state” atau “negara-bangsa”. Menurut Kenichi Ohmae, negara adalah artefak peninggalan abad ke-18 dan ke-19, karena menurutnya tidak ada lagi tapal batas (borderless). Kenichi Ohmae menyatakan bahwa “negara bangsa mengalami masa keredupannya”. Institusi negara tidak lagi dianggap penting ketika muncul realita tentang kondisi yang digambarkan sebagai dunia yang borderless yang menyimpan satu konsekuensi vital, yakni larutnya etika bersekat-sekat indentitas (nasionalisme, agama, indentitas komunal) yang selama ini dipegang lantaran dinding-dinding yang tegas telah runtuh, satu kondisi yang dapat diwakili oleh dua kata yakni, arus globalisasi.
Di akhir abad ke 20, sebuah era yang ditandai dengan munculnya globalisme atau sering juga disebut sebagai globalisasi di mana pola kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya mulai teraduk menjadi satu tanpa terikat lagi oleh batas-batas negara-bangsa, peran dan efektivitas adanya negara-bangsa mulai dipertanyakan. Negara-bangsa yang dicirikan oleh adanya territorium kontrol atas kekerasan, struktur kekuasaan impersonal dan legitimasi, perlahan mulai kehilangan fungsinya. Dalam dunia masa kini yang makin kompetitif, negara-bangsa semacam itu tidak lagi memiliki sumber daya yang dapat mereka gunakan untuk membiayai ambisi mereka. Pada masa ini, mereka harus menemukan bantuan ekonomi global dan membuat perubahan pada negaranya agar bantuan datang.
Globalisasi disederhanakan sebagai proses ekspansi kapitalisme global ke dalam lokalitas-lokalitas, baik dalam konteks perluasan pasar dan perluasan jaringan ekonomi atau eksploitasi sumberdaya. Singkatnya globalisasi dipahami sebagai internasionalisasi finansial, produksi, ataupun sumber daya ekonomi lainnya. Globalisasi, secara faktual, tidak berada dalam satu cakrawala arti. Lebih dari sekedar fenomena ekonomi, globalisasi adalah sebuah proses perubahan sosial, ekonomi, politik, budaya yang menelusup secara ekstensif dan intensif ke dalam kehidupan masyarakat dunia. Ekstensif berarti bahwa perubahan tersebut menjangkau wilayah geografis yang nyaris tak terbatas, sedangkan intensif berarti bahwa perubahan tersebut juga terjadi dalam wilayah kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks ini terlihat bahwa globalisasi merupakan proses pertumbuhan yang multidimensi dan multibentuk melalui keterhubungan antar negara dan antar individu di seluruh dunia. Dan proses pertumbuhannya menyangkut aspek ekonomi, budaya, dan sosial-politik. Dalam dimensi ekonomi, proses ini mencakup pertumbuhan angka perdagangan, pergerakan mata uang, investasi global dan produksi yang melibatkan regulasi, standarisasi, dan eksistensi kelembagaan. Tenaga kerja murah, kemudahan investasi dan transportasi, liberalisasi perdagangan, serta bebasnya aliran modal mampu memobilisir pertumbuhan ekonomi dunia secara global.
Empat variabel dalam globalisasi yang semakin menunjukkan gejala ke arah borderless world, yang dapat dikatakan merupakan biang kerok impotensi negara-bangsa ini adalah sebagaimana disebut juga oleh Kenichi Ohmae dalam buku ini empat “I” , yaitu investasi (investment), industri (industri), informasi (information) dan pelanggan individu (individual consumer).
            Aliran investasi (investment) menyebabkan pasar modal di banyak negara berkembang mulai hilang. Hal ini memunculkan berbagai problem seperti adanya akumulasi uang pensiun dan asuransi jiwa yang membengkak. Sebagai akibatnya, pasar modal telah mengembangkan mekanisme baru untuk bergerak melintasi batas negara. Adanya investasi menyebabkan tumbuhnya “I” yang kedua, yaitu industri (industry) yang tidak terikat oleh batas-batas negara lagi. Pergerakan investasi dan industri ini telah difasilitasi oleh “I’ yang ketiga, yaitu informasi (information) yang didukung oleh teknologi yang semakin modern.
Berkembangnya informasi dan teknologi membawa perubahan sosial yang berdampak pada kehidupan ekonomi, sehingga jalur-jalur ekonomi tradisional menjadi tidak berarti. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berakibat langsung pada struktur pasar dan institusi keuangan dunia. Derasnya arus teoritisasi sistem finansial, akselerasi inovasi teknologi keuangan, deregulasi dan reformasi institusi telah merubah wajah system dan mekanisme finansial sehingga mendorong munculnya perkembangan sistem keuangan global. Beberapa contoh dapat dikemukakan seperti pemadatan (embedding) ruang dan waktu kerja manusia berdasarkan teknologi dalam sistem kapitalisme mengakibatkan semua ruang kehidupan  menjadi wahana untuk menjual produk. Ruang kerja tidak lagi membutuhkan tempat khusus seperti ruang kantor. Semua transaksi bisnis dapat dilakukan di restoran, ruang hotel, atau rumah pribadi. Waktu kerja pun bisa ditambah sesuai dengan kebutuhan produktivitas.
Perpaduan tiga “I” ini memungkinkan perusahaan beroperasi di berbagai belahan dunia tanpa harus  membangun suatu sistem bisnis keseluruhan di tiap negara di mana perusahaan itu muncul. Misalnya, insinyur di pusat kerja Osaka (Jepang) dapat dengan mudah mengendalikan operasi pabrik di belahan dunia seperti di China. Selanjutnya, “I” yang keempat adalah  pelanggan individu (individual consumer) atau dapat disebut individu saja. Dengan akses terhadap informasi yang lebih baik mengenai gaya hidup global, para individu ini cenderung ingin membeli produk yang paling bagus dan murah, tidak peduli darimana produk tersebut berasal.
            Mobilitas empat “I” ini bila digabungkan dapat membuat satuan-satuan ekonomi (seperti perusahaan-perusahaan multinasional) di berbagai belahan dunia dapat ditarik di manapun dan ke manapun untuk mendirikan usahanya. Mereka tidak lagi mencari pendampingan untuk pengumpulan sumber daya yang dekat dengan negara asal. Juga mereka tidak lagi mengandalkan usaha pemerintah untuk menarik sumber daya. Hal ini membuat fungsi “makelar” tradisional dari negara-bangsa dan pemerintahnya tidak lagi dianggap penting. Hal ini disebabkan pasar global bekerja hanya untuk kepentingannya sendiri dan negara-bangsa tidak lagi berperan dalam penciptaan pasar.
Perkembangan ini memacu individu berinvestasi dalam ragam bisnis, memperoleh tingkat suku bunga yang lebih murah dari sebelumnya, serta berbagi risiko dengan individu atau lembaga lain. Perkembangan dramatis dalam sektor finansial dunia semakin kuat karena keikutsertaan pihak luar, seperti lembaga internasional. Struktur pasar global yang selama ini menjadi prerogatif individu dan perusahaan multinasional mengalami perubahan signifikan karena selain lembaga internasional, juga mengakibatkan posisi individu dan perusahaan multinasional menjadi dominan serta berkurangnya peran nation state.
Lebih lanjut Kenichie Ohmae menyatakan, berkenaan dengan aliran riil aktivitas ekonomi, negara-bangsa post-kolonial telah kehilangan perannya sebagai unit‑unit partisipasi yang bermakna dalarn ekonomi dunia yang tanpa batas. Peran mereka telah digantikan oleh “negara‑negara kawasan” atau oleh kian meningkatnya peran aktor‑aktor non-teritorial, seperti perusahaan‑perusahaan multinasional, gerakan‑gerakan transnasional, dan organisasi‑organisasi internasional. Negara hadir tanpa nyawa, berdiri tanpa kaki, dan hidup tanpa fungsi yang riil bagi rakyatnya.
Menurut Ohmae, apa yang kita saksikan sekarang ialah pengaruh kumulatif perubahan dalam aktivitas ekonomi di seluruh dunia. Sehingga arus kekuatan itu menjadi saluran baru atau saluran yang membentuk garis demarkasi pada peta politik tradisional. Singkat kata, dalam hal aliran aktivitas ekonomi, negara-bangsa telah kehilangan peran mereka untuk berpartisipasi dalam ekonomi global dalam dunia tanpa batas seperti sekarang ini. Semua usaha negara-bangsa untuk menyertakan bentuk kedaulatan ekonomi tradisional terhadap rakyat dan wilayah yang ada dalam batas negara sekarang telah mulai memberikan pengaruh berbalik.
Kebenarannya ialah dalam hal ekonomi global, negara-bangsa telah menjadi pelaku yang tidak lagi diperhitungkan. Mereka mungkin dahulunya pada jaman Merkantilis ialah merdeka, kuat, dan menjadi mesin pencipta kemakmuran. Tetapi, seiring munculnya globalisasi, mereka telah menjadi mesin distribusi kemakmuran yang tidak efisien. Apalagi, sejalan dengan pekerjaan pasar modal global yang mulai mengerdilkan kemampuan mereka untuk mengendalikan tingkat pertukaran atau melindungi mata uang mereka, Negara-bangsa itu telah menjadi rentan terhadap gangguan yang dibentuk oleh pilihan ekonomi yang dibuat oleh rakyat dan lembaga di mana mereka tidak lagi memiliki kendali praktis.
Pemetaan ekonomi pada jaman dahulu, yang terpenting adalah kenyataan yang ada pada peta ekonomi tradisional, perdagangan dilakukan di mana ada sumber daya alam cadangan, sumber energi, sungai yang dapat dilalui untuk perdagangan, dermaga, jalur kereta, dan lain-lain. Di peta ekonomi jaman sekarang, sudah berbeda sama sekali. Yang terpenting pada kenyataannya adalah daerah ekonomi merupakan daerah yang terekam TV satelit, daerah yang terjangkau oleh siaran radio, dan daerah yang dapat dijangkau oleh koran dan majalah. Informasi dapat menggantikan kegiatan-kegiatan politik sebagai faktor yang mempengaruhi kegiatan dan jalannya roda perekonomian.
            Dalam beberapa dekade terakhir ini memang terjadi perubahan besar yang menggeser tata sosial, ekonomi dan politik global.  Ini dicirikan dengan makin maraknya kemunculan kekuatan-kekuatan politik yang tidak berada dalam negara dan bersifat lintas batas. Contoh yang paling kentara adalah kekuatan korporasi global yang dalam beberapa hal mampu “mendisiplinkan” negara baik secara langsung maupun tidak langsung melalui tangan-tangan mereka, yaitu IMF dan Bank Dunia. Kedua lembaga itu terbukti telah membukakan jalan bagi korporasi internasional untuk mendesakkan privatisasi dan perluasan pasar.            
             Proses yang digerakkan oleh faktor-faktor di atas ditengarai berdampak pada  terjadinya “the rise of business and the decline of the nation state” yang berujung akhir pada kemungkinan terjadinya apa yang dikatakan oleh Kenichi Ohmae sebagai “the end of nation states”.
Namun apapun keberatan terhadap globalisasi dan fenomena negara-bangsa saat ini, sebagai sebuah realitas yang tidak terelakkan, respon yang paling tepat terhadap globalisasi ini sebenarnya bukan terletak pada menolak atau menerimanya, tetapi lebih kepada bagaimana mempersiapkan diri menghadapinya, dan inilah agaknya yang sedang diungkapkan dan diajarkan Kenichi Ohmae melalui bukunya ini dengan memakai bidang ekonomi sebagai wilayah kajiannya.

6 comments:

  1. kak kurang jelas poin poinnya, mungkin lebih baik ditandai untuk poin poinnya.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih, blog ini sangat membantu.

    ReplyDelete
  3. Keren banget penjelasannya :")))
    Terima kasihhhhh

    ReplyDelete