Antara Perang Salib dan Penjelajahan
Samudera
Perang Salib (Crusade War) ini terjadi dengan
melibatkan orang-orang Kristen Eropa yang berhadapan dengan orang Turki Seljuk
dan orang-orang Arab. Disebut Perang Salib karena pasukan Kristen menggunakan
tanda salib dalam pakaian mereka. Sementara bagi orang Islam, perang ini
disebut dengan perang suci. Perang Salib berlangsung kurang lebih 200 tahun yang
terbagi dalam tujuh periode. Kekalahan bangsa eropa dalam Perang salib membawa
dampak yang luar biasa terhadap perkembangan pelayaran bangsa Eropa.
Eropa bukanlah kawasan yang paling maju pada awal abad ke-15, dan juga
bukan merupakan kawasan yang paling dinamis. Semua kebutuhan di Eropa di pasok
dari Asia baik itu kain, rempah-rempah, Emas dan lain-lain. Ramainya
perdagangan di Laut Tengah, terganggu selama dan setelah berlangsungnya Perang
Salib (1096-1291). Selain itu, dengan jatuhnya kota Konstantinopel (Byzantium)
pada tahun 1453 ke tangan Turki Usmani, aktivitas perdagangan antara orang
Eropa dan Asia terputus. Sultan Mahmud II, penguasa Turki menjalankan politik
yang mempersulit pedagang Eropa beroperasi di daerah kekuasannya.
Jatuhnya Konstantinopel pada
tahun 1453 ke Turki Utsmani mengakibatkan pasokan rempah-rempah ke wilayah
Eropa terputus. Hal ini dikarenakan boikot yang dilakukan oleh Turki Utsmani.
Situasi ini mendorong orang-orang Eropa menjelajahi jalur pelayaran ke wilayah
yang banyak memiliki bahan rempah-rempah, Bangsa
Barat menghadapi kendala krisis perdagangan rempah-rempah. Oleh karena itu
bangsa Barat berusaha keras mencari sumbernya dengan melakukan penjelajahan
samudra
Dalam perkembangannya, mereka
tidak saja berdagang, tetapi juga menguasai sumber rempah-rempah di negara
penghasil. Hal ini mengakibatkan Eropa kehilangan
jalur / tertutupnya jalur perdagangan dengan Konstantinopel. Maka Eropa
mengalami jaman dimana mereka berusaha mencari jalur baru untuk memenuhi semua
kebutuhannya. Maka alternatif yang mereka ambil adalah mereka melakukan
pelayaran samudera untuk mencari rempah-rempah yang akan dijual di Eropa dan
keuntungannya akan digunakan untuk kemakmuran negaranya.
Adanya semboyan imperalisme
kuno yang diiringi dengan semagat kekalahan perang salib juga menimbulkan
semboyan 3G :
Gold (mencari kekayaan), Glory (mencari kejayaan), Gospel (menyebarkan agama
kristen). Semboyan tersebut menjadi tujuan penjelajahan samudera. Selain itu pelayaran ini juga dilandasi semangat reconguesta,
yaitu semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di mana pun yang dijumpainya
sebagai tindak lanjut dari Perang Salib. Selain itu, orang-orang Eropa terutama Protugis dan Spanyol
yakin bahwa di luar Eropa ada Prestor John (kerajaan dan penduduknya beragama
Kristen). Oleh karena itu, mereka berani berlayar jauh. Mereka yakin akan
bertemu dengan orang-orang seagama.
·
Abad penjelajahan Samudera
Eropa pada tahun 1450 sampai
1650 menemui masa penemuan (Age of Discovery) dan masa perluasan
kekuasaan (Age of Expansion). Ketika itu bangsa-bangsa Eropa sudah dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang geografi dan teknologi. Memang mereka
tertinggal oleh bangsa Romawi dan bangsa Islam selama berabad-abad lamanya.
Namun rupanya, bangsa-bangsa Eropa memiliki keinginan yang kuat untuk mengejar
ketertinggalan itu. Mereka berlomba-lomba mengarungi samudra, padahal mereka
belum yakin apakah dunia ini bulat seperti bola atau datar seperti meja. Mereka
pun ingin berekspansi, membangun wilayah-wilayah pendudukan atau koloni-koloni.
Inilah awal kolonialisme Eropa.
Akhir abad ke-15, di Eropa timbul suatu peristiwa
gerakan Renaissance dan Humanisme
yang bertujuan untuk mempelajari, menyelidiki dan menggali ilmu pengetahuan.
Semangat untuk dapat lebih dari masa lampau menimbulkan gerakan kemajuan.
Dengan semangat kemajuan tersebut, maka pada abad ke-15 di Eropa melahirkan
temuan-temuan baru, misalnya temuan Nicolaus Copernicus bahwa bumi itu bulat. dan ditemukanya
teknologi
kompas. Hal ini mendorong pelaut-pelaut
dari Spanyol, Portugis dan negara-negara Eropa lainnya untuk berlayar menjelajahi
samudera mencari daerah baru
Keinginan untuk mengarungi
samudra semakin besar, ketika muncul buku karangan Marco Polo yang berjudul "Imago Mundi" (Citra
Dunia) dan"Il Milline" (Sejuta Keajaiban). Pada kedua buku ini
dijelaskan tentang kekayaan yang melimpah di negeri timur (Cina dan Jepang).
Kekayaan itu berupa emas, perak, dan sutra. Kisah dalam buku Marcopolo itu
memberikan dorongan bagi para pelaut Eropa untuk mengarungi samudra.
Kemajuan teknologi dan
pengetahuan mengenai pelayaran memungkinkan bangsa-bangsa Eropa melakukan
penjelajahan dunia. Selain kapal laut, bangsa-bangsa Eropa Barat telah
menyempurnakan meriam. Senjata ini mengeluarkan dentuman yang menakutkan.
Pelurunya bisa merusak benteng kayu bahkan kota. Teknologi meriam sangat membantu
para pelaut karena mereka kekurangan prajurit untuk melindungi kapal. Kala itu,
Eropa baru saja dilanda wabah kematian yang disebut "Black Death".
Selain kekurangan prajurit, mereka juga kekurangan pendayung yang biasanya
menggunakan para budak atau orang-orang terpidana.
Keberhasilan menempatkan
meriam di kapal juga dilengkapi dengan kemampuan memanfaatkan tenaga angin
untuk menggantikan tenaga pendayung. Semula, kendaraan perang di laut hanyalah
perahu besar terbuka berawak puluhan pendayung. Kapal-kapal berlambung tertutup
dan digerakan angin yang ditangkap layar pada tiang, berhasil mengatasi masalah
kekurangan pendayung dan keseimbangan akibat tambahan bobot meriam dan hempasan
ombak besar. Walau lebih lamban daripada kapal dayung, kapal layar ini memuat
lebih banyak barang dan lebih lincah.
Pada abad ke-15, para pelaut
Eropa mulai mengenal kompas yang dibawa para pedagang muslim dari Cina. Kompas
sangat membantu untuk menentukan arah pelayaran. Orang-orang Islam telah
menemukan astrolobe pada abad ke-12, juga berjasa bagi para pelaut
Eropa. Alat itu dapat mengukur ketinggian matahari dan benda langit lainnya.
Dengan demikian, para pelaut dapat mengetahui letak kapal dari gais
khatulistiwa. Peralatan navigasi ini lambat laun membantu menyempurnakan peta.
No comments:
Post a Comment