History

History
"History Make Me Happy"

Wednesday 23 July 2014

Tradisi dan kearifan lokal masyarakat



TRADISI PENANAMAN PADI PETANI BAYAN
(Deskripsi Etnografis Kearifan Lokal Masyarakat Adat Bayan Lombok
 Nusa Tenggara Barat)


PENDAHULUAN
            Bayan adalah sebuah desa di sekitar hutan yang terletak di sisi barat daya Pulau Lombok, berada di kaki Gunung Rinjani. Desa yang dikenal dengan penduduk asli suku sasak ini memiliki loyalitas terhadap adat istiadat dalam banyak hal, pola dan tata cara bermukim. Orang Sasak, leluhur asli orang Bayan sekarang, merupakan pemilik kebudayaan yang unik dan sakral (John Ryan Bartolomew. 2001; Erni Budiwanti, 2000). Dalam kehidupan keseharian, mereka memiliki beragam tradisi luhur yang hingga sekarang masih diterapkan, salah satunya adalah pengetahuan tentang waktu. Mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, dikenal dengan sebutan Islam wetu telu.
Secara administratif, Desa Bayan merupakan salah satu desa dari 9 desa yang terdapat di kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Wilayah desa ini memanjang mulai dari kaki Gunung Rinjani sampai ke tepi laut utara. Lokasinya merupakan salah satu jalur pendakian ke gunung tersebut. Dari segi topografi, daerah Bayan dan dusun-dusun sekitarnya tersebar dari yang berbatasan langsung dengan laut hingga ke dusun yang memiliki ketinggian 700 m dpl. Luas wilayah desa Bayan adalah 3.716 Ha dengan jumlah penduduk 4.453 jiwa. Dari luas tersebut, sebesar 1.095 Ha merupakan lahan pertanian dengan topografi wilayah berbukit Sebagian besar masyarakat desa Bayan bermata pencaharian sebagai petani dengan persentase mencapai 90 % (KKL Unnes, 2012). Mata pencaharian penduduk di wilayah ini sebagian besar adalah bertani. Hasil pertanian berupa padi, sayur-sayuran, kelapa, buah-buahan serta bawang merah dan bawang putih yang menjadi hasil andalan.
            Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah jumlah penduduk Bayan menggantungkan hidupnya dari kegiatan bercocok tanam atau bertani. Oleh karena itu, mayoritas penduduk Desa Bayan merupakan komunitas adat petani Bayan. Sebagai petani yang bernaung di bawah komunitas petani adat Bayan, para petani bekerja di sawah yang tidak bisa lepas dari aturan-aturan adat di bidang pertanian atau penanaman padi. Hal ini sudah menjadi bagian hidup mereka dan kearifan lokal masyarakat adat setempat.
Tradisi bertani di desa Bayan ini merupakan sebuah gambaran akan pentingnya menghargai makna dan nilai-nilai positif yang terkandung, untuk selalu dijaga dan dihormati tanpa berlebihan. Masyarakat desa hidup dan masih berpegang teguh pada aturan adat yang mengatur segala bentuk hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia maupun dengan makhluk yang lain serta lingkungan sekitar. Dan disisi lainnya sangat menghargai dan menjunjung tinggi atas nilai kehidupan. Demikian kearifan lokal yang dimiliki kampung adat Bayan-Sasak. Sebagian kecil kearifan ini dapat direfleksikan sebagai bentuk harmonisasi kehidupan.System mata pencaharian bertani masyarakat Bayan menjadi penting dikaji karena sebagaimana klasifikasi yang dibuat oleh Koentjaraningrat (1994), system mata pencaharian merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan utama.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui gambaran kearifan lokal masyarakat adat Bayan khususnya tradisi pertanian. 2) mengkaji ritus-ritus khas yang digunakan masyarakat adat Bayan dalam proses pertanian terutama pada masa tanam padi. 3) mendeskripsikan peran penduduk dalam pelaksanaan dan pelestarian tradisi adat penanaman padi di daerah Bayan.
Manfaat penelitian ini adalah sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang antropologi-sosiologi. Manfaat selanjutnya adalah mengetahui tradisi adat setempat dan peran penduduk sebagai pelaksana dan pelestari tradisi yang khas dan unik masyarakat Bayan di Lombok Nusa Tenggara Barat.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi, yaitu berusaha untuk memotret realitas pola kehidupan atau menurut pandangan, penataan, dan penghayatan warga yang ada di dalam lingkup penelitian tersebut. Oleh karena itu, secara ideal penelitian ini mencakup semua aturan, kaidah, dan kategori yang pasti dikenal oleh warga masyarakat dalam komunitas tertentu guna memahami dan bertindak tepat dalam berbagai situasi sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini memfokuskan penelitiannya di dalam komunitas petani Bayan sebagai sebuah masyarakat adat.
Permasalahan yang ingin diteliti dengan metode etnografi dalam penelitian ini adalah tradisi dan ritual penanaman padi di masyarakat desa Bayan. Peneliti ingin mengungkapkan bagaimana kearifan lokal penduduk Desa Bayan lewat tradisi penanaman padi tradisional yang masih tetap dilaksanakan sampai sekarang.
Fenomena lain yang ingin dikaji adalah ritual-ritual tanam padi yang khas, unik, dan berbeda dengan daerah lainnya. Hal inilah yang selanjutnya akan diteliti lebih mendalam, terutama dalam kaitannya dengan peran penduduk adat Bayan dalam melestarikan tradisi dan budaya. Artinya, budaya harus diberi makna yang lebih luas, sehingga metode etnografis bisa digunakan dalam masyarakat yang kompleks (Spradley, 1997: 14-15).

HASIL PEMBAHASAN
Tradisi penanaman padi tradisional
Bayan merupakan sebuah desa yang berada di kaki Gunung Rinjani. Pada mulanya topografi wilayah Bayan sangat sulit untuk dijangkau terutama terbentur karena permasalahan jarak antara satu wilayah dan wilayah desa lainnya yang sangat berjauhan dan medan yang berbukit. Akan tetapi, sekarang dengan adanya perkembangan teknologi dan pembangunan dibidang transportasi dan komunikasi. Tpografi bayan bukan suatu hal yang menyulitkan secara ekologis. Hal ini tampak juga pada berlimpahnya sumber air yang mengaliri lahan mereka. Di samping itu, hidupdan berkembang pula jenis-jenis atau sumber penghasilan komunitas adat Bayan, seperti : perkebunan, perladangan, dan peternakan.
            Mayotitas penduduk desa Bayan yang berprofesi sebagai petani menjadikan sistem dan tradisi pertanian merupakan salah satu local wisdom, yang dilengkapi dengan ritus-ritus tertentu sebagai pendukungnya (Daliem, 1990). Tradisi penanaman padi yang diyakini membawa berkah baik kehidupan mereka maupun bagi kelangsungan dan keajegan sebuah tatanan sosial kemasyarakatan adat di Bayan terus dipertahankan. Tradisi yang dimaksud adalah tradisi penenaman padi tradisional yang dikenal dengan istilah padi bulu yang dianggap sah secara adat (Fitriya, dkk., 2009: 231). Oleh karena itu, satu-satunya padi yang ditanam oleh masyarakat adalah padi bulu ini. Walaupun dieprlukan waktu cukuop lama dalam memetik hasilnya, yaitu kurang lebih 6 bulan, masyarakat dan komunitas petani adat Bayan tidak pernah mengubahnya. Selain itu hasil padi bulu ini tidak bisa diperjualbelikan. Mereka hanya memanfaatkan hasil panen bulu ini untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
            Tradisi dan sistem penanaman padi bulu ini merupakan lingkaran mata rantai yang tidak ada ujung pangkalnya. Padi bulu ini disamping sebagai kebutuhan pangan pokok komunitas adat juga dipakai sebagai bibit melalui suatu proses adat dan ritual yang panjang. Artinya bibit padi bulu dihasilkan melalui proses ritual. Peralatan-peralatan yang dipakai dalam prosesi penanaman padi bulu masih disimpan utuholeh komunitas petani adat Bayan. Hal ini menunjukkan bahwa betapa mereka sangat percaya akan kesahihan penanaman padi bulu ini.
Untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, komunitas petani adat Bayan masi percaya dengan adanya rezeki  yangberlimpah asalkan mau bekerja. Berdasarkan dalil dan kepercayaan ini, komunitas petani adat Bayan tidak membiarkan istri-istri mereka berdiam diri. Dalam tradisi penanaman padi tradisional ini pun para istri dilibatkan. Keterlibatan mereka bisa dilihat dari awal sampai akhir. Dari awal mereka dengan setia membawakan makanan kepada suami mereka yang sedang bekerja di sawah. Demikian pula pada saat menanam bibit. Biasanya, para istri dilibatkan dalam menanam bibit. Selanjutnya, pada saat panen dan melakukan syukuran atau selamatn  pun para ibu memegang peranan yang sangt vital. Biasanya mereka memasak makanan untuk disuguhkan kepada para tokoh lokal dan juga untuk keluarganya.
Tradisi penanaman padi selalu berhubungan dengan hari baik. Hari baik dalam adat Bayan diistilahkan dengan wariga atau diwasa. Istilah lainyang dipakai juga adalah kerasian. Perbedaan wariga dan diwasa dengan kerasian tereletak pada parameter yang dipakai. Dalam hitungan wariga arau hari baik, komunitas petani hanya memercayai satuhari baik yang sesuai dengan aturan adat. Hal ini bersifat mutlak. Tidak ada ari baik seperti hari lainnya seperti hari yang diatur dalam wariga tersebut. Hanya satu hari baik secara adat. Sedangkan kerasian adalah perhitungan haribaik berdasarkan hari kelahiran pemilik sawah atau petani yang bersangkutan. Kerasian memakai rumus atau tanda sandi bukan memakai huruf. Rumus ini biasanya memakai urip (hitungan) tiga berdasarkan itungan paham wetu telu. Misalnya, pemilik sawah yang lahir hari senin, urip tiganya adalah rabu. Artinya pada hari rabulah mereka boleh menanam padi tradisional. Urip tiga dari selasa adalah kamis. Rabu urip tiganya adalah jumat, demikian seterusnya (Prayitno, 2001).
Walaupun penanaman padi tradisional atau padi bulu ini masi bersifat tradisional bukan berarti tidak terjadi perubahan yang mereka lakukan. Salah satu perubahan, menurut pengamatan di lapangan  adalah menyangkut pengolahan lahan (KKL Unnes, 2012). Dulunya hanya kerbau yang dipakai untuk mengolah lahan sebelum tanam, tetapi saat ini karena biaya pemeliharaan kerbau dan langkanya kerbau, tidak banyak petani yang memelihara kerbau. Oleh karena itu, pengolahan lahan dikerjakan oleh sapi sebagai pengganti kerbau. Perubahan lainnya adalah terdapat petani yang melakukan penananam padi varietas modern,seperti padi gabah sebagai sistem pola tanam. Hasil padi gabah ini diperjualbelikan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder mereka. Hasil padi gabah ini tidak bisa dipakai sebagai sarana upacara adat karena padi gabah dianggap tidak sah secara adat agama pada masyarakat adat Bayan.


Tipologi Komunitas Petani Bayan
            Tipologi petani Bayan adalah homogen. Mereka menganggap dirinya satu dengan alam lahan garapannya. Hal ini disebabkan mereka tidak mau bertolak belakang dengan lahan garapannya. Salah satu buktinya adalah lahan itu sebelum digarap harus diritualkan bagaimana cara menggarapnya, bentuk persembahan, dan pembagian panennya. Para petani bayan hidup dalam kesederhanaan. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar rumah adat mereka yang berbentuk sama. Mereka juga harus menaati hukum adat yang berlaku. Artinya, kalau mereka tdak mematuhi hal ini, mereka akan dikenai sanksi adat yaitu tidak mendapatan pelayanan adat.
            Secara religius mereka selalu mengadakan acara ritual sebelum, sedang, dan sesudah menggarap lahan mereka. Hal ini dimaksudkan untuk menyelaraskan hubungan antara mereka dengan Tuhan dan alam.
Ritual Penanaman Padi Bulu (Melong Pare Bulu)
            Penanaman padi bulu atau pare bulu oleh petani Bayan merupakan siklus penanaman padi yang menyerupai mata rantai yang menyambung satu sama lain. Untuk memudahkan identifikasi ritual ini, penanaman padi bulu dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu 1) masa pra tanam atau masa persiapan sebelum kegiatan penanaman dimulai; 2) masa tanam, yaitu masa menanam bibit dan pemeliharaan; dan 3) masa pasca tanam, yaitu masa panen dan penyimpanan hasil panen di sebuah lumbung (Fitriya, dkk., 2009: 232).
            Kegiatan penanaman padi tradisional pada masa pra tanam melewati beberapa tahapan ritual seperti : slamet olor (selamatan mata air), tunang bineq (menurunkan bibit), mengerem (merendam bibit), menimpang (menebarkan bibit), mbole mlesaq (membajak sawah), menambah dait mundukin (mencangkul dan memperbaiki pematang), mbole jejariang (menghaluskan lahan), mereas (mencabut benih) dan taletan (membuat tempat penyemaian). Masa pra tanam merupakan proses awal penanaman padi bulu.
            Kegiatan selanjutnya adalah masa tanam benih di sawah, yang dikenal dengan istilah melong. Pada saat menanam, jarak tanaman diatur sedemikian rupa sehingga dapat tumbuh dengan merata. Apabila di kemudian hari tanaman tumbuh tidak merata maka dilaksanakan penanaman kembali pada bagian yang tumbuhnya kurang bagus. Para petani bayan menyebut kegiatan ini dengan istilah nyisipin. Pada saat nyisispin ini petani mencabut tanaman liar yang mengganggu tanaman padi. Selanjutnya dilakukan ritual buburan atau sidekang pare.
            Ritual buburan atau sidekang pare ini merupakan ritual untuk memelihara padi dari serdangan hama penyakit. Setelah beberapa bulan dilaksanakan ritual nyempreq. Ritual jenis ini merupakan hal yang sangat penting dalam masa tanam. Dikatakan sangat penting karena mengundang tetua adat. Ritual ini dipimpin oleh seorang kiai (kiai Lebe). Ritual ini dilaksanakan pada saat padi sudah mulai ngidam atau menguning. Hal ini dilakukan untuk mendoakan agar hasil panen padi berkualitas baik dan dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
 

1 comment:

  1. Mas admin boleh tanya" seputar daerah bayan kah kami dari unit kegiatan mahasiswa ingin mengadakan penelitian kesana

    ReplyDelete