Republik Maluku Selatan (RMS)
Salah satu peristiwa pergolakan di daerah adalah RMS. Latar belakang
penyebab munculnya RMS adalah ketidakpuasan tokoh pendiri RMS- dalam hal ini
adalah Mr. Dr. Ch. R. Soumokil, dengan proses kembali ke negara kesatuan
setelah KMB. Gerakan ini menggunakan unsur KNIL yang merasa tidak pasti
terhadap kejelasan status mereka setelah KMB. KMB, menciptakan Republik
Indonesia Serikat dengan RI dan “negara-negara” ciptaan Van Mook sebagai
negara-negara bagian. Sebelum kerajaan Belanda secara resmi mengakuinya, di
Jakarta telah diadakan pemilihan presiden dan pembentukan kabinet RIS.
Walaupun RIS telah terbentuk tetapi belum mepunyai tentara sendiri
sehingga TNI (tentara RI) tetap menjadi inti tentara RIS dengan nama APRIS.
Selain itu, ditentukan pula, bahwa dalam waktu enam bulan setelah pengakuan
kedaulatan itu, tentara Belanda harus ditarik dari Indonesia dan KNIL
dibubarkan atau disalurkan ke TNI. Ternyata hal terakhir ini baru dapat
diselesaikan pada akhir tahun 1950, itu pun karena desakan-desakan dari RI.
Hal ini menunjukkan adanya semacam kekacauan dalam masalah pembubaran
KNIL yang jumlah anggotanya diperkirakan sebesar 66.000 orang, diantaranya
55.000 orang berasal dari berbagai suku di Indonesia. Kementerian pertahanan
membenarkan individu-individu KNIL, atau bersama satuan, bergabung dengan
satuan TNI setempat. Tetapi mengenai mereka yang ingin kembali ke masyarakat,
pihak Belanda menentukan bahwa penyaluran itu harus dilakukan di tempat yang
mereka kehendaki dan harus dibicarakan dengan penguasa-penguasa sipil /setempat.
Sebagian besar KNIl Ambon ingin kembali ke masyarakat dan dilaksanakan di
Maluku Tengah. Akan tetapi pelaksanaan ini tidak berjalan lancar. Inilah yang
menimbulkan kekacauan yang kemudian digunakan oleh para politisi yang beraliran
separatis, seperti Soumokil. Dalam kekacauan inilah “RMS” diproklamirkan di
Ambon pada tanggal 24 April 1950.
Ada tiga alasan yang dikemukakan
dalam “proklamasi” tersebut sebagai pembenaran “RMS”. Pertama, masalah hubungan
daerah dengan RIS, yaitu bahwa “RIS sudah bertindak bertentangan dengan
keputusan-keputusan KMB dan Undang-Undang Dasarnya sendiri”. Kedua, hubungan
daerah itu dengan Negara Indonesia Timur, yaitu bahwa “NIT sudah tidak sanggup
mempertahankan kedudukannya sebagai negara bagian selaras dengan
peraturan-peraturan Moektamar Denpasar (pertemuan tentang terbentuknya NIT)
yang masih sah berlaku”. Ketiga, menurut mereka, Dewan Maluku Selatan
membenarkan tindakan separatis itu.
Gagasan tentang “RMS” sudah nampak
adanya usaha-usaha ke arah pemisahan dengan NIT pada awal bulan April 1950 di
Ambon. Hal dapat diketahui dari rapat-rapat umum yang digagas oleh salah satu
tokon penting RMS setelah Soumokil, yaitu Ir. Manusama untuk membicarakan
terbentuknya sebuah negara baru yang terpisah dari RIS maupun NIT. Perkembangan
selanjutnya setelah rapat umum setidak-tidaknya dipengaruhi oleh Soumokil.
Peranannya secara aktif dalam proses pembentukan RMS tampak ketika ia
mengadakan rapat rahasia di Tulehu. Dalam rapat itu Soumokil menganjurkan agar
KNIL bertindak. Seluruh anggota Dewan Maluku Selatan disarankan untuk dibunuh.
Kemudian daerah itu dinyatakan sebagai negara merdeka. Cara gerakan ini mempengaruhi massa adalah terorisme.
Praktek-praktek mengintimidasi massa dengan teror telah nampak mulai
dilaksanakan sejak bulan Februari 1950. pihak-pihak yang pro-republik mengalami
tekanan-tekanan. Teror dalam wujud terjadinya serangkaian pembunuhan terjadi di
beberapa tempat. Pelaksanaan gerakan teror ini selain mendapat bantuan polisi
juga didukung oleh pasukan istimewa KNIL yang merupakan bagian dari Korps
Speciale Troepen (KST) yang dibentuk oleh kapten Raymond Westerling di
Batujajar (dekat Bandung). Mereka inilah yang menjadi “tukang pukul” Soumokil
dan yang paling kuat menginginkan RMS.
Pada waktu itu keadaan sudah cukup terkendalikan oleh pihak separatis.
Pada masa prolog sebelum dicanangkan
proklamasi RMS dilancarkan propaganda-propaganda separatis oleh gabungan
Sembilan Serangkai yang beranggotakan KNIL dan Partai Timur Besar. Menjelang proklamasi
tanggal 24 April 1950, Soumokil berhasil menghimpun kekuatan yang ada di Maluku
Tengah termasuk polisi dan KNIL. selain itu para rajapati dan pemerintah
melalui serta sebagian golongan cendekiawan masuk dalam pengaruh Soumokil.
Sejak tersiarnya berita tentang gerakan RMS pihak pemerintah telah
mengambil sikap tegas tidak akan mengakui gerakan tersebut. Kemudiankementerian
pertahanan menyusun suatu rencana tiga tahap untuk menanggulanginya. Rencana
tiga tahap itu sebagai berikut;: tahap pertama, usaha penyelesaian secara
damai; bila pihak RMS tidak bersedia berunding, mereka akan dipaksa melalui blokade
laut, ini merupakan tahap kedua. Tahap ketiga, adalah operasi militer bila
usaha kedua gagal. Usaha-usaha perundingan dilaksanakan minggu itu juga dengan
mengirim dr. Leimena sebagai juru runding dari pihak pemerintah. Tetapi misi
damai ini gagal karena Soumokil menolak serta menuntut agar RIS mengakui RMS
secara sah. Masyarakat Ambon juga mencari jalan penyelesaian. Bekas-bekas
anggota perjuangan mengadakan pertemuan-pertemuan untuk menerangkan situasi
yang sebenarnya pada masyarakat Ambon. Hal itu dimaksudkan agar provokasi dari
pihak-pihak yang membenarkan RMS tidak merajalela. Karena jalan damai mengalami
kebuntuan, maka pemerintah menumpas gerakan tersebut dengan kekuatan senjata.
Ekspedisi militer untuk menumpas RMS disebut Gerakan Operasi Militer (GOM) III.
Selaku pimpinannya ditunjuk kolonel Kawilarang panglima Tentara dan Teritorium
Indonesia Timur. Pada tahap kedua, angkatan laut mengadakan blokade dengan
menggunakan kapal-kapal perang yang ditinggalkan Belanda. Perairan Maluku
Tengah dapat diawasi dan kapal-kapal kecil milik pemberontak dapat dihancurkan.
Tetapi Soumokil tetap tidak bersedia untuk berunding. Sebab itu tahap ketiga
dimulai.
Operasi militer dilaksanakan melalui tiga grup. Grup I dipimpin oleh
Mayor Achmad Wiranatakusumah. Grup II dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi dan
grup III dipimpin oleh Mayor Surjo Subandrio. Ketiga grup pasukan tersebut
bertugas menyerang daerah-daerah di sekitar pusat kedudukan RMS sebelum masuk
dan menyerang bersama-sama ke pusat kekuasaan RMS yang ada di Ambon. Pada
tanggal 3 Nopember 1950, kota Ambon dapat dikuasai setelah terjadi baku tembak
yang sengit antara kedua belah pihak. Dalam pertempun tersebut, banyak jatuh
korban di kedua belah pihak, salah satunya Letkol Slamet Riyadi. Dengan
jatuhnya Ambon, maka perlawanan RMS dapat dipatahkan. Banyak para tokoh RMS
yang melarikan diri ke pedalaman Pulau Seram. Soumokil, yang berhasil
menyelamatkan diri jauh sebelumnya, baru dapat ditangkap pada tahun 1962,
menjelang eskalasi perjuangan Irian Barat. Ia dihadapkan ke depan sidang
pengadilan militer dan dijatuhi hukuman mati.
sangat menarik
ReplyDelete