History

History
"History Make Me Happy"

Thursday 15 September 2016

IDENTITAS DAN INTEGRASI NASIONAL DALAM PUSARAN SEJARAH
Oleh M. Mujibur Rohman

Nasionalisme dan integrasi nasional memiliki interelasi dan interdepedensi yang saling mempengaruhi satu sama lain. Indonesia sebagai sebuah negara bangsa, eksistensinya secara historis tidak bisa dilepaskan dari perbincangan tentang nasionalisme. Sebagai sebuah identitas yang sebagian dari sejarahnya melekat pada dialektika yang dibentuk oleh kehadiran kolonialisme barat, nasionalisme mnenjadi nilai pokok yang menghiasi sejarah Indonesia. Menurut Eric Hobsbwam dalam Brotherhood of Young Europe disebutkan bahwa “rasa kebangsaan itu bersifat sakral, yang merupakan bagian dari misi khusus setiap umat manusia yang terkait erat dengan upaya setiap orang untuk mengisi misi umum kemanusiaannya”.

            Berdasarkan hal di atas, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keberadaan nasionalisme seolah-olah sudah merupakan bagian dari takdir dalam proses sejarah umat manusia, termasuk bangsa Indonesia atau orang-orang yang ada di dakam sebuah cakupan geografis dan geopolitik yang disebut dengan Indonesia. namun hal itu bukan berarti bahwa nasionalisme sebagi sesuatu yang diberikan atau statis, melainkan sesuatu yang harus dibentuk dan dinamis. Secara historis sebagai contoh, tidak ada yang menolak bahwa Indonesia sebagai entitas kebangsaan merupakan sesuatu yang baru. Nasionalisme Indonesia adalah nilai-nilai yang sengaja diformulasikan sebagai antitesa terhadap dominasi kolonialisme Belanda oleh sekelompok masyarakat yang sebelumnya memiliki identitas masing-masing yang terpisah.
Sebagai sebuah ikatan kebangsaan, entitas Indonesia tidak pernah ada sebelumnya dan baru muncul pada abad XX, serta mencapai puncaknya ketika sebuah bangsa dan negara baru diproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945. Sejak saat itu semua penduduk yang ada di bekas wilayah Hindia Belanda itu kemudian menyebut diri mereka, atau disebut sebagai bangsa Indonesia. Secara perlahan-lahan baik melalui proses alami maupun produk dari rekayasa sosial-politik, Indonesia tidak lagi hanya dipahami sebagai identitas politis melainkan telah berkembang juga sebagai identitas sosiologis dan kultural. Lebih lanjut hal ini dapat dikatakan sebagai tahapan dalam integrasi nasional Indonesia.
            Menurut Christine Drake, integrasi nasional mencakup cara dan proses di mana orang yang berada di dalam wilayah yang berbeda dan/atau memiliki perbedaan etnis, sosial budaya, latar belakang ekonomi, merasa merupakan suatu kesatuan sebagai sebuah bangsa dan memiliki satu identitas. Integrasi nasional juga mengandung aspek-aspek seperti integrasi politik, integrasi ekonomi, integrasi sosial, integrasi budaya, dan lain-lain. Aspek-aspek ini dapat dibedakan namun saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi.
            Berdasarkan hal di atas maka satu tahapan integrasi nasional telah terbentuk, melalui sebuah peristiwa dalam sejarah bangsa Indonesia yang dinamakan Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945. Dengan adanya proklamasi kemerdekaan maka dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan yang terdiri dari wilayah-wilayah dan orang -orang yang ada di dalamnya yang memiliki satu identitas kebangsaan, yaitu Indonesia, walaupun hipotesis ini masih dapat dipertanyakan Adanya proklamasi kemerdekaan belum menjamin integrasi dalam arti kesatuan yang menyeluruh dalam berbagai aspek.  Dalam perkembangannya identitas kebangsaan dan integrasi nasional yang timbul dari benih yang lahir dari proklamasi kemerdekaan 1945 terancam oleh berbagai fenomena disintegrasi yang muncul di berbagai aspek, seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Secara historis dapat dikatakan, ketika Indonesia diproklamasikan sebagai bangsa dan negara yang merdeka, identitas kebangsaan yang “nasionalime Indonesia nasional” atau dengan kata lain, nasionalisme yang menghargai berbagai keragaman etnis dan dapat mewakili nasionalisme lokal/regional dan etnisitas, belum mengalami rasionalisasi, deprimordialisasi dan demokratisasi secara menyeluruh. Dengan kata lain, integrasi nasional belum meresap seluruhnya ke dalam berbagai aspek yang ada di dalam masyarakat. Indonesia yang dikenal saat itu baik secara politik maupun territorial tidak secara otomatis terbentuk dengan proklamasi kemerdekaan yang dinyatakan oleh Sukarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia itu, melainkan memerlukan proses dukungan dari berbagai wilayah dan masyarakat yang ada di luarnya untuk menyatakan bahwa mereka adalah Indonesia dan bagian dari negara bangsa yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan itu hanya akan menghasilkan negara bangsa yang didasarkan “nasionalisme Indonesia Jakarta” dan bukan “nasionalisme Indonesia nasional” jika tidak diikuti oleh beberapa peristiwa seperti, pernyataan dukungan penguasa Jawa di Yogyakarta, apel dukungan masyarakat Medan dan Makassar, dan dukungan politis serta pengorbanan harta rakyat Aceh dan Sumatra Barat. Atau dalam analogi bahasa para evolusionis, proklamasi kemerdekaan merupakan salah satu tahapan dalam proses evolusi untuk menghasilkan negara bangsa “Indonesia”.
Salah satu aspek dalam integrasi nasional adalah integrasi sosial. Integrasi sosial dapat didefinisikan melalui arti dari integrasi itu sendiri. Konsep integrasi memiliki  dua pengertian, yaitu pertama, pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu dan kedua, membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu  Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial diperlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut : pertama, suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar) Kedua, masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial. Jika dihubungkan dengan identitas kebangsaan, dalam hal ini adalah Indonesia maka integrasi sosial juga harus mendasarkan kepada identitas Indonesia, dengan menghilangkan rasa etnosentrisme, promirdialisme dan kedaerahan serta tetap menghargai keragaman etnis maupun ras.
Aspek lain dalam integrasi nasional adalah integrasi politik. Dalam perkembangannya, meskipun pembentukan negara Indonesia telah dilakukan lebih dari 60 tahun yang lalu, keserasian hubungan sosial dan politik dalam bentuk konflik identitas dan kebangsaan masih merupakan salah satu masalah yang rumit yang dihadapi negara dan masyarakat Indonesia sampai saat ini. Rangkaian peristiwa sejak munculnya pergolakan kedaerahan pada tahun 1950-an, berkembangnya tuntutan otonomi daerah yang luas, adanya keinginan yang semakin kuat dari beberapa daerah atau etnik untuk memisahkan diri dari Indonesia sampai simpang siurnya pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, dapat dilihat sebgai indikasi dari memudarnya integrasi politik yang sudah terbentuk sejak proklamasi Kemerdekaan. Hal ini memunculkan indikasi lain tentang adanya konflik identitas kebangsaan dan etnisitas yang berdimensi banyak. Konflik identitas itu akhirnya bermuara pada akan terjadinya perubahan mendasar pada konstruk dan realitas Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara, yang pada tingkat tertentu akan berarti disintegrasi.



No comments:

Post a Comment