PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI INDONESIA
A. Beberapa Kecenderungan Studi Sejarah di Indonesia
Seiring perkembangan jaman,
historiografi Indonesia juga mengalami perkembangan. Dalam penyusunan
historiografi Indonesia generasi sejarawan dewasa ini dihadapkan dengan
perubahan sosial baik yang evolusioner maupun yang revolusioner.
Perubahan-perubahan yang bergerak dengan langkah yang semakin cepat membuka
pandangan-pandangan baru bagi sejarawan. Pada satu pihak kesadaran akan
historisitas benda-benda mengutarakan soal kapan, di mana serta apa yang terjadi.
Di sini factor keunikan dari kejadian, tindakan serta personae sangat
diperhatikan. Rekonstruksi sejarah sebagai cerita dengan menggunakan kejadian
aksi manusia serta dramatis personae, kesemuanya terjalin dalam
rangkaian yang menonjolkan sifat unik dari kejadian-kejadian. Bertolak dari hal
ini maka muncul metode naratif untuk menggambarkan peristiwa yang telah
terjadi.
Di samping metode naratif maka
muncullah metode developmentalisme, yang akan melihat pola-pola perkembangan,
kelangsungan serta perubahan-perubahan. Tanpa mengurangi sejarah naratif, dan
historiografi yang terarah kepada kejadian-kejadian yang bersifat unik,
rekonstruksi dari sejarah Indonesia perlu memperhatikan aspek-aspek
perkembangan.
Pada garis besarnya, hasil penulisan
sejarah dapat dibedakan ke dalam dua kategori besar, yaitu sejarah naratif dan
sejarah non-naratif. Sejarah naratif ingin membuat deskripsi tentang masa
lampau dengan merekonstruksikan “apa yang terjadi” serta diuraikan sebagai
cerita, atau dengan kata lain “kejadian-kejadian” penting diseleksi dan diatur
menurut kronologi atau poros waktu sedemikian rupa sehingga tersusun sebagai
cerita (story). Sejarah non-naratif tidak menyusun cerita tetapi
berpusat pada masalah atau dengan kata lain problem oriented. Jenis ilmu
sejarah gaya neoscientific ini condong untuk lebih banyak meneliti tentang
soal-soal sosial dan ekonomi daripada soal politik, sehingga mempunyai
implikasi bahwa ada equalization dari individu-individu, maka mendorong
ke arah demokratisasi dalam arti bahwa peranan orang kecil atau orang
kebanyakan yang belum mendapat tempat dari peranannya dalam sejarah.
Untuk mengungkapkan sejarah dari
dalam dengan peranan kaum pribumi sebagai dramatis personae diperlukan
penyusunan sejarah mikro serta metodologi social-scientific agar
terungkap pelbagai dimensi serta aspek dari kehidupan kaum pribumi itu. Salah
satu kelompok pribumi yang memiliki peranan cukup penting dalam sejarah adalah
kaum petani. Pelbagai disiplin antropologi, sosiologi, ilmu politik, dan
sejarah banyak mencurahkan perhatian kepada masyarakat pedesaan dan peranan
petani. Dari petani ini, dapat dikaji mengenai elemen yang terdapat di dalamnya
seperti struktur sosial, perubahan sosial, dan yang lain.
Studi sistematis tentang struktur
sosial, perubahan sosial, yang mencakup analisa tentang perubahan organisasi,
lembaga, nilai-nilai, akan sangat menolong memberi keterangan tentang proses
pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, serta modernisasi pada umumnya.
Pendekatan social-scientific ini akan mengungkapkan dimensi-dimensi
baru, karena diilhami oleh masalah-masalah konsepsional baru, kesadaran akan
hubungan-hubungan baru, teknik baru yang dapat diterapkan pada data sejarah,
imajinasi baru dalam membuat pendekatan terhadap hubungan sosial dan sikap
mental.
B. Garis-garis Pokok dan Pola Perkembangan Historiografi
Indonesia
Setiap generasi
menulis sejarahnya sendiri. Bertolak dari kalimat ini maka perlu meninjau
sejarah dari sejarah, artinya jalan serta arah atau kecenderungan pemikiran dan
penulisan tentang masa lampau, sehingga akan tampak pola perkembangan dari
sejarah. Pada masa lampau sejarawan mempunyai fungsi untuk menafsirkan serta
meneruskan tradisi bangsanya, serta bagaimana garis perkembangan kebudayaan dan
mayarakatnya. Hal yang esensial dalam pemikiran tentang sejarah ialah bagaimana
pandangannya terhadap perkembangan umat manusia pada umumnya serta peranan
bangsanya di dalamnya. Dalam membuat diagnosis ini sejarawan dapat melakukan
penafsiran yang menyesatkan bangsa dan negaranya. Yang sangat membahayakan
ialah apabila historiografi mengalami aberasi atau penyimpangan nasional yang menimbulkan
pandangan chauvinistik.
Perkembangan historiografi Indonesia
tidak terlepas dari pertumbuhan historiografi dan ilmu sejarah pada umumnya.
Persoalan yang langsung menyangkut historiografi Indonesia, antara lain
diferensiasi dalam bidang-bidang sejarah, seperti sejarah gerakan sosial, hubungan
internasional, struktur sosial, jadi hubungan yang semakin erat antara sejarah
dengan ilmu pengetahuan sosial, sedangkan metodologi mengambil peranan yang
semakin penting.
Sejarah dari historiografi akan
dapat menyoroti isi filosofis-teoretis dari penelitian dan penulisan sejarah,
membuka metode penggarapan bahan histori dan presentasi, ide-ide yang mengikat
fakta-fakta sebagai kesatuan yang bermakna, cara menilai dan menginterpretasikan,
dan yang sangat penting ialah pandangan hidup (Weltanschauung) dari
sejarawan. Historiografi berbeda-beda menurut negerinya, masanya, dan
kepribadian dari sejarawan. Mempelajari sejarah dari historiografi itu tidak
mengutamakan segi-segi substanstif-faktual dari proses sejarah, tetapi lebih
memusatkan perhatian terhadap pikiran-pikiran historis dalam konteks kultural
sehingga mempertinggi kemampuan membuat pandangan (self-reviewing) dan
perbaikan (self correcting) serta penilaian artinya.
Pada perkembangannya, secara garis
besar historiografi Indonesia terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu :
- historiografi tradisional
- historiografi kolonial
- historiografi modern
1. Historiografi
tradisional
Sebagian besar historiografi
tradisional memuat tindakan-tindakan tidak dari manusia, tetapi dari dewa-dewa,
jadi merupakan teogoni dan kosmogoni yang menerangkan kekuatan alam dan mempersonifikasikan
sebagai dewa. Historiografi tradisional dikuasai oleh pandangan yang
etnosentris. Semua peristiwa berkisar sekitar kerajaan dengan raja sebagai
pusatnya. Historiografi tradisional mempunyai fungsi sosial psikologis untuk
memberi masyarakat suatu kohesi antara lain dengan memperkuat kedudukan dinasti
yang menjadi pusat kekuatannya. Kedudukan sentral raja menimbulkan pandangan
rajasentrisme sedang lingkup spasialnya menimbulkan regiosentrisme. Salah satu
contoh historiografi tradisional adalah Negarakertagama. Dari Negarakertagama
dapat diketahui struktur ekonomi, sosial, dan politik masyarakat di kerajaan
Majapahit, stratifikasi sosial, beserta hierarki birokrasinya.
2. Historiografi
kolonial
Perkembangan historiografi Indonesia
tidak terlepas dari literatur historiografis yang dihasilkan oleh sejarawan kolonial.
Pada dasarnya pandangan historiografi kolonial menekankan ciri yang menonjol,
yaitu Nederlandosentrisme khususnya dan Eropasentrisme pada umumnya.
Historiografi kolonial dengan sendirinya menonjolkan peranan bangsa Belanda dan
memberi tekanan pada aspek politis, ekonomi, dan institusional. Interpretasi
dari jaman kolonial cenderung untuk membuat mitologisasi dari dominasinya,
dengan menyebut perang-perang kolonial sebagai usaha pasifikasi daerah-daerah,
yang sesungguhnya mengadakan perlawanan untuk pertahanan masyarakat serta
kebudayaannya.
3. Historiografi
modern
Suatu periode baru dalam
perkembangan historiografi Indonesia dimulai dengan timbulnya studi sejarah
kritis. Dalam penulisan tentang sejarah kritis dipergunakan prinsip-prinsip
metode sejarah. Studi sejarah kritis juga memerlukan bantuan dari ilmu lain
untuk mempertajam analisanya. Hal ini merupakan implikasi dari mulai sedikitnya
peran analisa tekstual dengan bantuan filologi
terhadap studi sejarah Indonesia modern. Di sini yang harus diperbaiki adalah
alat-alat analitis serta metodologis. Bertolak dari hal ini, maka beberapa
disiplin dari ilmu-ilmu sosial mulai dicantumkan dalam studi sejarah.
Konsep sejarah nasional sebagai unit
makro merupakan kerangka referensi bagi sejarah lokal/regional yang dapat
dipandang sebagai unit mikro. Sejarah nasional sebagai macro-history
mencakup interaksi antar micro-unit, antara lain melalui pelayaran,
perdagangan, perang, penyiaran agama atau menuntut pelajaran, hubungan antara
lembaga-lembaga nasional, seperti partai-partai politik. Sejarah nasional bukan
jumlah dari sejarah lokal, tetapi proses-proses atau kejadian-kejadian pada
tingkat sejarah lokal diterangkan dalam hubungannya dengan proses nasional.
Berguna sangat membantu ketika mengerjakan tugas thanks👍👍
ReplyDelete