BEBERAPA SUMBER PORTUGIS UNTUK
HISTORIOGRAFI INDONESIA
Untuk
meneliti sejarah Indonesia, terutama ketika bangsa-bangsa Eropa mulai
berdatangan dan mengadakan kontak dengan penduduk Indonesia, dapat
mempergunakan sumber-sumber Portugis dan sumber-sumber Spanyol. Sumber-sumber
dari Portugis yang berhubungan dengan sejarah Indonesia dapat dikategorikan
menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Catatan-catatan resmi
mengenai awal masa terjadinya kontak langsung dengan bangsa Portugis (kira-kira
tahun 1511-1650).
2.
Cerita-cerita lain dan
laporan-laporan saksi mata.
3.
Karya-karya dari penyebar
agama.
Berkaitan dengan sumber-sumber Portugis
kategori pertama, nama Joao de Barros (kurang lebih 1496-1570) dapat diangkat
ke permukaan. Ia dapat disebut sejarawan kolonial besar yang pertama dan
seorang orientalis perintis. Joao de Barros merupakan pemangku jabatan Factor
(feitor) yang berkedudukan di Casa da India atau Wisma India, suatu
jabatan yang mirip dengan wakil kerajaan di tanah jajahan Portugis. Atas dasar
kedudukannya ia dapat membaca seluruh surat-surat resmi dan hampir semua surat
tidak resmi yang dikirim oleh para pembesar di Lisabon kepada para bawahan
mereka di dunia Timur, dan bertemu dengan para pegawai tinggi, pedagang, serta
petualang yang kembali ke tanah air mereka dengan selamat. Sebagai factor di
Wisma India, Barros dalam waktu luangnya menyusun karya sejarahnya tentang Perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh Bangsa Portugis ketika Menemukan dan menaklukkan
Lautan-lautan dan Negara-negara Timur, yang kemudian diterbitkan dengan
judul himpunan Decadas da Asia.
Barros juga menulis sejumlah karya yang
lebih khusus sifatnya tentang geografi Indonesia, perniagaan dan pelayaran,
yang kerap disebutnya dalam bukunya yang berjudul Decadas. Sebagai
penulis sejarah resmi petualangan bangsa Portugis di Hindia, Barros condong menutupi
atau mengabaikan kesalahan-kesalahan bangsa Portugis walaupun ia juga memiliki
pandangan yang kritis dan tidak dalam segala hal memaafkan kesalahan tersebut,
suatu sikap yang dimiliki sejarawan kolonial pada umumnya. Dalam tulisannya,
Barros mengatakan beberapa hal menarik tentang Asia Tenggara umumnya dan
Indonesia khususnya. Gambarannya tentang Sumatra mengisi kekosongan yang
terbesar dalam Travels karya Marco Polo, dan kisahnya tentang pulau
tersebut mungkin adalah yang paling lengkap dan yang paling tepat yang pernah
dicetak, sebelum terbitnya buku yang bersifat ensiklopedis, Oud en Nieuw
Oost-Indien karya Valentijn pada tahun 1724. Gambarannya tentang Pulau Jawa
kurang mendalam dan banyak mengandung kesalahan karena ia mengatakan bahwa suku
Jawa adalah keturunan Cina dan bahwa bagian barat dari pulau itu (Sunda)
merupakan pulau yang terpisah, sementara di sisi lain, ia mengakui dan menganggap Pulau Jawa sebagai satu kesatuan.
Tulisan-tulisan dari Barros ini dilanjutkan oleh Diogo do Couto (1543-1616),
yang juga mengikuti kebiasaan pendahulunya dalam memakai sejarah tradisional
dan sumber tertulis Asia dengan melalui perantaraan penerjemah.
Tulisan-tulisan yang juga
memiliki arti penting bagi sejarah Indonesia adalah tulisan dari Fernao Lopes
de Castanheda (1500-1559) dan Antonio Bocarro. Buku dari Castanheda yang
berjudul Dialogo do soldado pratico (Dialog Seorang Serdadu Veteran)
memuat tindakan-tindakan bangsa Portugis di Asia. Buku ini mungkin merupakan
kecaman paling pedas yang pernah ditulis tentang perbuatan bangsa Portugis di
Asia, sehingga tidak mengherankan jika buku ini baru diterbitkan dua abad
setelah wafatnya Castanheda. Walaupun mengunjungi Indonesia, Castanheda kurang
membicarakan kerajaan-kerajaan penduduk asli dibandingkan dengan Joao de
Barros, dan meskipun bukunya dapat digunakan untuk mencocokkan buku Barros,
buku ini ditulis berdasarkan sutu pandangan yang lebih sempit. Tulisan lainnya
adalah dari Antonio Bocarro, yaitu sebuah ensiklopedia yang berjudul Livro
do Estado da India Oriental (Buku tentang Negara Hindia Timur). Ketika
Bocarro menulis ensiklopedia ini,
Portugis tidak lagi merupakan suatu kekuatan di Indonesia. Bocarro juga
menulis artikel yang menarik tentang Malaka. Sejarah kepulauan Maluku di bawah
pemerintahan Gubernur Sancho de Vasconcellos yang umumnya dianggap ditulis oleh
Bocarro, sesungguhnya bukan tulisannya dan hanya memuat kata pendahuluan
darinya.
Dalam kategori kedua dari
cerita-cerita biasa dan laporan pandangan mata yang lain, terdapat dua buah
hasil karya yang sangat penting bagi sejarah Indonesia. Yang pertama ialah buku
Suma Oriental tulisan Tome Pires, yang memberikan gambaran yang memikat
tentang kondisi Asia Tenggara ketika bangsa Portugis pertama kali muncul dan
sebelum Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa Eropa. Tulisan yang kedua dari
kategori ini adalah Informacao yang memuat gambaran tentang Maluku,
karya Gabriel Rebello. Buku ini terbagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama
memberi gambaran yang rinci tentang kepulauan Maluku dan keadaan alamnya,
dengan suatu laporan yang lebih singkat tentang Halmahera dan pulau-pulau lain
di sebelah timur pulau itu. Rebello juga menggambarkan adat-istiadat, ciri
fisik, pakaian dan tingkal laku, olah raga dan kegiatan pengisi waktu , maupun
kepercayaan religius mereka. Beritanya tentang Ternate sangat berharga karena
ia tinggal di pulau itu selama bertahun-tahun dan akrab dengan semua orang
penting, mulai dari sultan ke bawah. Selain itu ia juga menguasai bahasa
Ternate. Di dalam tulisannya tentang tumbuh-tumbuhan serta binatang setempat,
ia memiliki pandangan yang tajam, dan tuliannya tahan uji bila dibandingkan
dengan berita-berita yang ditulis oleh para ahli keadaan alam pada abad-abad
berikutnya seperti Wallace dan Guillermard yang bahkan pernah mengunjungi
pulau-pulau itu.
Bagian kedua mengisahkan sejarah penemuan
kepulauan Maluku oleh bangsa Portugis dan perselisihan mereka dengan bangsa
Spanyol mengenai kedaulatan di pulau-pulau itu. Sebagai seorang Portugis yang
cinta tanah airnya, ia sangat kritis terhadap bangsa Spanyol, dan bab pertama
dari Informacao berisi cerita tentang suatu serangan terhadap Gonzalo
Hernandes de Oviedo tentang kesalahan-kesalahannya yang berkaitan dengan pulau
rempah, yang agaknya dibuat oleh penulis sejarah tadi dalam bukunya yang
terkenal, yaitu Histora general y natural de las Indias yang diterbitkan
pada tahun 1535-1537.
Bagian ketiga dari Informacao
menggambarkan masa di bawah pemerintahan nahkoda Bernaldim de Sousa di Ternate
(1549-1552). Ada indikasi Rebello menulis buku ini terutama untuk membenarkan
kelakuan de Sousa, karena itu pada bagian ini sangat berat sebelah. Ia juga
membenarkan perbuatan Sultan Hairun dari Ternate, mungkin dengan alasan-alasan
yang lebih rasional.
Terdapat salah satu tulisan,
yang dalam hal ini tidak termasuk salah satu dari tiga kategori besar
sumber-sumber Portugis yang sudah disebut di muka, yaitu buku Peregrination
karya Fernao Mendes Pinto. Karya ini menarik perhatian para sejarawan
Indonesia, karena ia bermaksud menggambarkan peristiwa-peristiwa di Pulau Jawa
dan Sumatra, misalnya tentang serangan raja Islam dari Demak terhadap raja
Hindu dari Pasuruan.
Kebudayaan Portugis pada abad ke-16 dan
ke-17 terutama berupa kebudayaan gereja, khususnya sejak pertengahan abad
ke-16, ketika para pastor Jesuit dan Inquisisi menempati kedudukan kuat di
Portugis dan di sebagian besar pemukiman Portugis di luar negeri. Kebudayaan
yang terutama bersifat kegerejaan ini sangat mempengaruhi karya-karya Portugis
pada abad ke-16 dan ke-17, dan terutama terlihat dalam suatu campuran antara
sifat-sifat ketidaktahuan dan ketidakadilan, yang tercermin dalam pandangan
mereka tentang agama-agama non-Katolik Romawi. Prasangka ini sangat jelas dalam
hubungannya dengan agama Islam. Dalam konteks ini dapat diketahui bahwa
tulisan-tulisan tersebut dipengaruhi oleh fanatisme agama.
Tulisan-tulisan lama para misionaris
tentang Indonesia tidak sama tarafnya dengan misalnya tulisan-tulisan mengenai
Cina, Jepang atau India. Hal ini sebagian disebabkan karena kekuasaan Portugis
tidak pernah berakar kuat di negara-negara sebelah Timur Malaka, sedangkan
kekuatan mereka di Maluku selalu goyah. Setelah kehilangan Maluku yang direbut
oleh Belanda pada tahun 1605, dan tambahan pula setelah penaklukkan suku
Makasar yang pro-Portugis oleh Belanda enampuluh tahun kemudian, pengaruh
Portugis di Indonesia hanya tinggal di Timor, Solor, dan ujung sebelah timur
pulau Flores (Larantuka). Bahkan di sini pengaruh itu bertahun-tahun lamanya
tidak begitu kuat, sementara Timor dan Solor baru pada tahun 1681 disebut
secara resmi sebagai jajahan Portugis.
Dalam hubungan dengan tulisan dari kaum
misionaris Portugis ini, yang sangat berharga adalah penerbitan secara seri
dari catatan–catatan Portugis di Indonesia, yang menceritakan kegiatan para
misionaris Portugis di Indonesia yang pada saat pembuatan tulisan ini yakni
paroh pertama 1960-an, sedang dijalankan oleh Pastor Artur Basilio de Sa, misionaris
yang selama bertahun-tahun menjadi penyebar agama di Timor. Nilai dari bukunya
yang berjudul Documentacao ditambah oleh banyak dokumen yang terutama
bersifat militer, ekonomi atau sosial. Dengan demikian dokumen tersebut
memberikan gambaran yang lengkap mengenai kegiatan bangsa Portugis di Timor, di
samping memuat banyak laporan singkat tentang bangsa-bangsa yang dihubungi oleh
bangsa Portugis.
Tulisan-tulisan yang dalam
segala hal jauh lebih memuaskan adalah karya-karya yang dilengkapi dokumen
dengan baik tentang sejarah bangsa Portugis di kepulauan Sunda Kecil, yang
diterbitkan oleh Commandante Humberto Leitao. Penulis ini adalah seorang
pensiunan opsir angkatan laut Portugis. Setelah memenuhi tugasnya di Timor
dalam waktu yang lama, ia telah mengadakan penyelidikan selama satu dasawarsa
terhadap dokumen-dokumen yang relevan yang disimpan di Arquivo Historico
Ultramarino (Arsip Sejarah Daerah-daerah Seberang) di Lisabon.
Karya-karyanya ditulis dengan teliti dan penuh dengan bahan-bahan baru. Kalau
ditinjau bersama dengan buku Documentacao karya pastor Artur de Sa,
kedua buku ini tidak diragukan lagi merupakan ladang yang subur bagi
penyelidikan para sejarawan Indonesia. Tetapi terdapat perbedaan antara karya
Commandante Leitao dengan Documentacao, yakni di dalam karya Commandante
Leitao ini tidak dilengkapi indeks.
Terdapat sejumlah tulisan modern lain,
hasil karya penulis Portugis, yang terutama atau sebagian berkenaan dengan
sejarah pulau Timor, tetapi tulisan-tulisan tersebut kurang penting jika dibandingkan
dengan karya Pastor de Sa Dan Commandante Leitao. Salah satunya adalah sebuah
esai pendek karya Ruy Cinatti, Esboco historico do sandalo no Timor
Portugues (Lisabon, 1950), yang memuat beberapa fakta sejarah yang menarik
tentang pemeliharaan atau penanaman pohon cendana di Timor. Cinatti juga
menulis tentang lukisan batu prasejarah di Timor.
Selain sumber-sumber Portugis yang sudah
disebut di atas, terdapat sumber-sumber Spanyol yang memuat bahan tentang
Indonesia. Portugis dan Spanyol merupakan kerajaan kembar sejak tahun 1580
sampai 1640, dan meskipun masing-masing pemerintah jajahan dan daerah-daerah
pengaruh kedua kerajaan Semenanjung Iberia ini tetap terpisah selama periode
tersebut, dengan sendirinya arsip-arsip Spanyol banyak mengandung keterangan
mengenai daerah jajahan Portugis maupun jajahan negeri itu sendiri. Hal ini
secara khusus berlaku bagi arsip-arsip di Simancas dan Seville, yakni Archivo
de Indias. Pada gilirannya dokumen-dokumen ini sering memuat bahan tentang
Indonesia terutama selama periode ketika bangsa Spanyol berada di Ternate dan
Tidore (1606-1663). Suatu gambaran tentang Aceh yang disusun pada tahun 1584
oleh Uskup Portugis di Malaka, Dom Joao Ribeiro Gaio, tanpa diketahui ternyata
tersimpan dalam terjemahan sebuah naskah modern, dan kumpulan surat yang tebal
dari Don Geronimo de Silva, Gubernur Spanyol di Ternate pada tahun 1612-1617.
Hal ini memperlihatkan bahwa selain sumber-sumber Portugis, sumber-sumber
Spanyol juga mengandung bahan tentang sejarah Indonesia.
No comments:
Post a Comment