Korupsi, korupsi, dan korupsi. Pemerintahan berganti tetapi “hantu”
korupsi masih membayangi. Hantu korupsi inilah yang juga membayangi situasi
Indonesia sampai saat ini. Korupsi bagaikan wabah penyakit yang sulit
untuk untuk dicegah dan diobati.
Menangkal korupsi di Indonesia bagaikan menegakkan benang basah. Pernyataan ini
terkesan pesimistis. Akan tetapi inilah yang terjadi dengan kondisi
per-korupsi-an di Indonesia.
Setidaknya ada
empat alasan mengapa korupsi di Indonesia masih terjadi dan sulit ditangkal,
yaitu tiadanya pemimpin yang disegani dan memiliki pengaruh kuat, ketidak
berdayaan manajemen (termasuk belum efektifnya manajemen kontrol), tekanan
kebutuhan ekonomi dan bobroknya mentalitas dan moralitas para pelaku.
Tulisan ini hanya
akan menyoroti pada penyebab korupsi yang keempat, yaitu bobroknya mentalitas
dan moralitas para pelaku korupsi. Kondisi ini menyebabkan korupsi menjadi
bagian dari budaya sebagian masyarakat kita. Korupsi merupakan penjelmaan dari
sikap mental menerabas. Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul
kebudayaan, mentalitas dan pembangunan (1974) mengatakan bahwa mentalitas suka
menerabas merupakan salah satu kelemahan bangsa Indonesia.
Mentalitas menerabas merupakan mentalitas yang melekat
pada diri seseorang yang bernafsu untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa
banyak melakukan upaya-upaya keras melalui langkah-langkah secara bertahap.
Dengan kata lain, para koruptor merupakan penjelmaan sosok-sosok bermental
menerabas, menghalalkan segala cara, dan disertai kerakusan. Mereka melakukan
korupsi untuk mencapai tujuan dan memperkaya diri sendiri dengan jalan pintas.
Mentalitas Qorunisme
Merupakan sebuah ironi bahwa kebanyakan koruptor
notabene adalah orang-orang kaya atau orang yang sudah mapan hidupnya. Ini
menandakan sedang terjadi krisis budaya atau krisis mental dari para pelakunya.
Penulis menyebutnya mentalitas Qorunisme (Qorunism
mentality). Penyebutan ini mengacu pada sosok Qorun, orang sangat kaya yang
hidup pada masa Nabi Musa. Diceritakan bahwa Qorun memiliki kekayaan yang
berlimpah. Dengan hartanya yang berlimpah itu, ia menjadi orang terkaya Bani
Israil masa itu.
Qarun memiliki sifat rakus dan tamak terhadap dunia. Ia
mengumpulkan harta dengan menerabas standar moral halal dan haram. Ia juga
kehilangan empati sosialnya dan tidak mau menyerahkan sedikit hartanya untuk
kepentingan sosial. Hal inilah yang menjadikan azab Tuhan turun kepadanya.
Qorun akhirnya mati ditenggelamkan ke tanah beserta hartanya.
Masa kini, sosok Qorun dapat menjelma dalam diri para
koruptor. Terkesan sarkastis memang, tetapi inilah wajah buruk mentalitas
sebagian masyarakat kita. Mereka mengumpulkan kekayaan tanpa mempedulikan halal
dan haram, baik dan buruk. Mereka kehilangan empati sosialnya, bahwa di sekitar
mereka masih banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan mereka
bergelimang harta dan uang dan masih tetap bernafsu mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya.
Rekonstruksi mental
Fenomena korupsi yang semakin menjadi membutuhkan penanganan
yang tepat. Karena dasar masalah ini terkait dengan mentalitas manusia, maka
diperlukan upaya-upaya rekonstruksi mental manusia Indonesia. Rekonstruksi ini
memang bukan pekerjaan yang mudah. Pekerjaan ini tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Akan tetapi memerlukan upaya-upaya yang serius dan
berkesinambungan dari individu, masyarakat, dan bangsa Indonesia secara
keseluruhan.
Dapat dikatakan bahwa budaya korupsi dan mentalitas
Qorunisme merupakan produk dari krisis integritas pribadi atau krisis personalitas.
Ini bersumber dari krisis moral dan akhlak yang mewujud dalam bentuk lunturnya
nilai kejujuran, kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.
Kita tentu setuju untuk mencegah meluasnya budaya
korupsi dan mentalitas Qorunisme dalam kehidupan budaya kita. Caranya adalah
dengan melakukan rekonstruksi mental secara menyeluruh ke dalam semua lapisan
masyarakat.
Untuk melaksanakan rekonstruksi mental ini sudah tentu
perlu prasyarat. Prasyarat ini dapat berbentuk penguatan (reinforcement) dan optimalisasi (optimalization) komitmen moral keagamaan. Upaya-upaya besar ini
harus terus dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat dengan penuh kesungguhan
dan rasa tanggung jawab.
Dengan kata lain, manusia harus menjadi beradab dan
berbudaya, bukan bermental layaknya Qorun yang merugikan sesamanya. Kita tentu
tidak ingin sosok-sosok bermental Qorun terus ada dan “bergentayangan” di bumi
Indonesia. Momentum revolusi mental
yang digaungkan Presiden Jokowi dapat menjadi pijakan awal untuk memutus
lingkaran setan korupsi di Indonesia. Mari bersama-sama mengumandangkan
genderang perang anti korupsi: stop korupsi dimana pun, kapan pun, dan oleh
siapa pun.
(M. Mujibur Rohman)
No comments:
Post a Comment