History

History
"History Make Me Happy"

Friday 12 August 2016

BUDAYA KORUPSI DAN MENTALITAS QORUNISME


Korupsi, korupsi, dan korupsi. Pemerintahan berganti tetapi “hantu” korupsi masih membayangi. Hantu korupsi inilah yang juga membayangi situasi Indonesia sampai saat ini. Korupsi bagaikan wabah penyakit yang sulit untuk  untuk dicegah dan diobati. Menangkal korupsi di Indonesia bagaikan menegakkan benang basah. Pernyataan ini terkesan pesimistis. Akan tetapi inilah yang terjadi dengan kondisi per-korupsi-an di Indonesia.
        Setidaknya ada empat alasan mengapa korupsi di Indonesia masih terjadi dan sulit ditangkal, yaitu tiadanya pemimpin yang disegani dan memiliki pengaruh kuat, ketidak berdayaan manajemen (termasuk belum efektifnya manajemen kontrol), tekanan kebutuhan ekonomi dan bobroknya mentalitas dan moralitas para pelaku.
      Tulisan ini hanya akan menyoroti pada penyebab korupsi yang keempat, yaitu bobroknya mentalitas dan moralitas para pelaku korupsi. Kondisi ini menyebabkan korupsi menjadi bagian dari budaya sebagian masyarakat kita. Korupsi merupakan penjelmaan dari sikap mental menerabas. Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul kebudayaan, mentalitas dan pembangunan (1974) mengatakan bahwa mentalitas suka menerabas merupakan salah satu kelemahan bangsa Indonesia.
Mentalitas menerabas merupakan mentalitas yang melekat pada diri seseorang yang bernafsu untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa banyak melakukan upaya-upaya keras melalui langkah-langkah secara bertahap. Dengan kata lain, para koruptor merupakan penjelmaan sosok-sosok bermental menerabas, menghalalkan segala cara, dan disertai kerakusan. Mereka melakukan korupsi untuk mencapai tujuan dan memperkaya diri sendiri dengan jalan pintas.
Mentalitas Qorunisme
Merupakan sebuah ironi bahwa kebanyakan koruptor notabene adalah orang-orang kaya atau orang yang sudah mapan hidupnya. Ini menandakan sedang terjadi krisis budaya atau krisis mental dari para pelakunya. Penulis menyebutnya mentalitas Qorunisme (Qorunism mentality). Penyebutan ini mengacu pada sosok Qorun, orang sangat kaya yang hidup pada masa Nabi Musa. Diceritakan bahwa Qorun memiliki kekayaan yang berlimpah. Dengan hartanya yang berlimpah itu, ia menjadi orang terkaya Bani Israil masa itu.
Qarun memiliki sifat rakus dan tamak terhadap dunia. Ia mengumpulkan harta dengan menerabas standar moral halal dan haram. Ia juga kehilangan empati sosialnya dan tidak mau menyerahkan sedikit hartanya untuk kepentingan sosial. Hal inilah yang menjadikan azab Tuhan turun kepadanya. Qorun akhirnya mati ditenggelamkan ke tanah beserta hartanya.
Masa kini, sosok Qorun dapat menjelma dalam diri para koruptor. Terkesan sarkastis memang, tetapi inilah wajah buruk mentalitas sebagian masyarakat kita. Mereka mengumpulkan kekayaan tanpa mempedulikan halal dan haram, baik dan buruk. Mereka kehilangan empati sosialnya, bahwa di sekitar mereka masih banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan mereka bergelimang harta dan uang dan masih tetap bernafsu mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Rekonstruksi mental
Fenomena korupsi yang semakin menjadi membutuhkan penanganan yang tepat. Karena dasar masalah ini terkait dengan mentalitas manusia, maka diperlukan upaya-upaya rekonstruksi mental manusia Indonesia. Rekonstruksi ini memang bukan pekerjaan yang mudah. Pekerjaan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi memerlukan upaya-upaya yang serius dan berkesinambungan dari individu, masyarakat, dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Dapat dikatakan bahwa budaya korupsi dan mentalitas Qorunisme merupakan produk dari krisis integritas pribadi atau krisis personalitas. Ini bersumber dari krisis moral dan akhlak yang mewujud dalam bentuk lunturnya nilai kejujuran, kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.
Kita tentu setuju untuk mencegah meluasnya budaya korupsi dan mentalitas Qorunisme dalam kehidupan budaya kita. Caranya adalah dengan melakukan rekonstruksi mental secara menyeluruh ke dalam semua lapisan masyarakat.
Untuk melaksanakan rekonstruksi mental ini sudah tentu perlu prasyarat. Prasyarat ini dapat berbentuk penguatan (reinforcement) dan optimalisasi (optimalization) komitmen moral keagamaan. Upaya-upaya besar ini harus terus dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat dengan penuh kesungguhan dan rasa tanggung jawab.
Dengan kata lain, manusia harus menjadi beradab dan berbudaya, bukan bermental layaknya Qorun yang merugikan sesamanya. Kita tentu tidak ingin sosok-sosok bermental Qorun terus ada dan “bergentayangan” di bumi Indonesia. Momentum revolusi mental yang digaungkan Presiden Jokowi dapat menjadi pijakan awal untuk memutus lingkaran setan korupsi di Indonesia. Mari bersama-sama mengumandangkan genderang perang anti korupsi: stop korupsi dimana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun.
  (M. Mujibur Rohman)

No comments:

Post a Comment