NAHDLATUL ULAMA (NU): Sejarah, Perkembangan dan Peranannya
dalam Pergerakan Nasional Indonesia
(Bag.2)
B. Perkembangan Nahdlatul Ulama
Organisasi Nahdlatul Ulama berkembang pesat selama lima belas tahun
pertama setelah pembentukannya. Data statistik mengenai periode ini sangat
langka, tetapi beberapa petunjuk mengenai pola pertumbuhannya terlihat jelas
dari angka-angka berikut ini. Muktamar pertama NU pada tahun 1926 dihadiri 96
kiai. Muktamar kedua, setahun kemudian dihadiri 146 kiai dan 242 peserta biasa.
Pada muktamar tahun 1928, sebanyak 280 kiai hadir dan 35 cabang telah
terbentuk. Pada tahun 1933 anggotanya diperkirakan telah mencapai 40.000 dan
setahun kemudian sumber dari pemerintah Belanda menyatakan bahwa 400 kiai sudah
menjadi anggota NU. Pada tahun 1935 jumlah anggotanya melonjak, mencapai 67.000
orang, yang tersebar di 76 cabang (Fealy, 1994).
NU tidak hanya mengalami pertumbuhan dalam
jumlah anggotanya, tetapi juga kompleksitas organisasinya. Gagasan untuk
mengembangkan pelayanan di bidang pendidikan dan perdagangan mendorong
dibentuknya dewan-dewan dan departemen baru. Desakan untuk merangkul kalangan
pemuda dan wanita juga mendorong terbentuknya dua bagian khusus. Dengan
pengembangan semacam ini, NU lebih mirip organisasi kaum modernis.
Kiprah NU yang paling
berhasil adalah di bidang pendidikan. Jumlah madrasah meningkat selama kurun
waktu akhir 1920-an hingga awal 1930-an. Banyak cabang besar NU yang mendirikan
madrasah dan menambah jumlah pesantren. Metode pengajaran dan kurikulumnya
cukup beragam, tetapi sebagian besar menerapkan kombinasi mata pelajaran agama
dan mata pelajaran umum yang dirancang sebagai tambahan terhadap metode
tradisional pendidikan bandongan yang diterapkan di pesantren. Untuk
mengkoordinasikan kegiatan pendidikan yang berafiliasi dengannya, NU membentuk
Lembaga Pendidikan Ma’arif pada tahun 1938. Standar pengajaran menampakkan
peningkatan yang patut dicatat, meskipun pada umumnya mutu pendidikan di
sekolah-sekolah NU masih di bawah sekolah-sekolah milik modernis.
Di bidang ekonomi, NU
telah melaksanakan berbagai gagasan dengan tingkat keberhasilan yang beragam.
Di Surabaya, beberapa tokoh NU pada tahun 1929 mendirikan sebuah koperasi kaum
muslimin untuk mengorganisasi barter atau penjualan barang seperti gula,
kacang, minyak goreng, buah-buahan, dan sayuran yang sebagian besar dihasilkan
para petani dan pengusaha kecil tradisional. Pada tahun 1937 NU berhasil
mendirikan sebuah koperasi yang lebih luas dan lebih berhasil, yang dinamakan Syirkah
Mu’awanah, yang terutama memperdagangkan hasil-hasil pertanian, batik,
hasil laut, rokok, dan sabun. Syirkah Mu’awanah berkembang menjadi jaringan
perdagangan internasional yang efektif dan bermanfaat sebagai sumber pemasukan
bagi banyak cabang dan anggota NU. PBNU juga membentuk bagian urusan perusahaan
dan perniagaan untuk mengelola berbagai barang yang diberi simbol NU, seperti
grabah, rokok, kopi, dan bahan makanan. Masuknya NU di berbagai bidang
kehidupan merupakan salah satu politik transformasi sosio-kultural NU agar
dapat bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Pembentukan divisi pemuda
dan wanita dalam NU juga penting artinya, walaupun pada mulanya menimbulkan
kontroversi. Divisi pemuda ini terbentuk pada muktamar NU tahun 1934 dengan
memakai nama Ansor, sebutan bagi para penolong Nabi, dan mendudukkan
Kiai muda sebagai pemimpinnya, seperti Wahid Hasyim (1914-1953), Abdulah Ubaid
dan Mahfoedz Siddiq (1906-1944). Sedangkan divisi wanita baru terbentuk pada
muktamar NU tahun 1946 dengan nama Muslimat Nahdlatul Ulama. Dibentuknya
divisi pemuda dan wanita dalam tubuh NU mempunyai pengaruh penting terhadap
karakter pengembangan organisasi, yaitu membuatnya lebih menyerupai bangunan
keagamaan yang lebih luas dibandingkan dengan yang ditemui pada tahun-tahun
awal berdirinya. Ansor dan Muslimat membawa gagasan dan pendekatan baru kepada
NU dan banyak mengikis keengganan untuk berubah. Penerimaan terhadap kedua
divisi itu juga menunjukkan bahwa NU perlu mengikuti gagasan kaum modernis dan
organisasi nasionalis sekuler bila ingin bersaing dan mendapatkan dukungan
dari, dan mempunyai pengaruh terhadap, umat tradisionalis yang lebih luas. (M.
Mujibur Rohman)
No comments:
Post a Comment