History

History
"History Make Me Happy"

Friday 19 August 2016

NAHDLATUL ULAMA (NU): Sejarah, Perkembangan dan Peranannya dalam Pergerakan Nasional Indonesia
 (Bag.2)

B. Perkembangan Nahdlatul Ulama
Organisasi Nahdlatul Ulama berkembang pesat selama lima belas tahun pertama setelah pembentukannya. Data statistik mengenai periode ini sangat langka, tetapi beberapa petunjuk mengenai pola pertumbuhannya terlihat jelas dari angka-angka berikut ini. Muktamar pertama NU pada tahun 1926 dihadiri 96 kiai. Muktamar kedua, setahun kemudian dihadiri 146 kiai dan 242 peserta biasa. Pada muktamar tahun 1928, sebanyak 280 kiai hadir dan 35 cabang telah terbentuk. Pada tahun 1933 anggotanya diperkirakan telah mencapai 40.000 dan setahun kemudian sumber dari pemerintah Belanda menyatakan bahwa 400 kiai sudah menjadi anggota NU. Pada tahun 1935 jumlah anggotanya melonjak, mencapai 67.000 orang, yang tersebar di 76 cabang (Fealy, 1994).

     NU tidak hanya mengalami pertumbuhan dalam jumlah anggotanya, tetapi juga kompleksitas organisasinya. Gagasan untuk mengembangkan pelayanan di bidang pendidikan dan perdagangan mendorong dibentuknya dewan-dewan dan departemen baru. Desakan untuk merangkul kalangan pemuda dan wanita juga mendorong terbentuknya dua bagian khusus. Dengan pengembangan semacam ini, NU lebih mirip organisasi kaum modernis.
     Kiprah NU yang paling berhasil adalah di bidang pendidikan. Jumlah madrasah meningkat selama kurun waktu akhir 1920-an hingga awal 1930-an. Banyak cabang besar NU yang mendirikan madrasah dan menambah jumlah pesantren. Metode pengajaran dan kurikulumnya cukup beragam, tetapi sebagian besar menerapkan kombinasi mata pelajaran agama dan mata pelajaran umum yang dirancang sebagai tambahan terhadap metode tradisional pendidikan bandongan yang diterapkan di pesantren. Untuk mengkoordinasikan kegiatan pendidikan yang berafiliasi dengannya, NU membentuk Lembaga Pendidikan Ma’arif pada tahun 1938. Standar pengajaran menampakkan peningkatan yang patut dicatat, meskipun pada umumnya mutu pendidikan di sekolah-sekolah NU masih di bawah sekolah-sekolah milik modernis.
     Di bidang ekonomi, NU telah melaksanakan berbagai gagasan dengan tingkat keberhasilan yang beragam. Di Surabaya, beberapa tokoh NU pada tahun 1929 mendirikan sebuah koperasi kaum muslimin untuk mengorganisasi barter atau penjualan barang seperti gula, kacang, minyak goreng, buah-buahan, dan sayuran yang sebagian besar dihasilkan para petani dan pengusaha kecil tradisional. Pada tahun 1937 NU berhasil mendirikan sebuah koperasi yang lebih luas dan lebih berhasil, yang dinamakan Syirkah Mu’awanah, yang terutama memperdagangkan hasil-hasil pertanian, batik, hasil laut, rokok, dan sabun. Syirkah Mu’awanah berkembang menjadi jaringan perdagangan internasional yang efektif dan bermanfaat sebagai sumber pemasukan bagi banyak cabang dan anggota NU. PBNU juga membentuk bagian urusan perusahaan dan perniagaan untuk mengelola berbagai barang yang diberi simbol NU, seperti grabah, rokok, kopi, dan bahan makanan. Masuknya NU di berbagai bidang kehidupan merupakan salah satu politik transformasi sosio-kultural NU agar dapat bersentuhan langsung dengan masyarakat.

     Pembentukan divisi pemuda dan wanita dalam NU juga penting artinya, walaupun pada mulanya menimbulkan kontroversi. Divisi pemuda ini terbentuk pada muktamar NU tahun 1934 dengan memakai nama Ansor, sebutan bagi para penolong Nabi, dan mendudukkan Kiai muda sebagai pemimpinnya, seperti Wahid Hasyim (1914-1953), Abdulah Ubaid dan Mahfoedz Siddiq (1906-1944). Sedangkan divisi wanita baru terbentuk pada muktamar NU tahun 1946 dengan nama Muslimat Nahdlatul Ulama. Dibentuknya divisi pemuda dan wanita dalam tubuh NU mempunyai pengaruh penting terhadap karakter pengembangan organisasi, yaitu membuatnya lebih menyerupai bangunan keagamaan yang lebih luas dibandingkan dengan yang ditemui pada tahun-tahun awal berdirinya. Ansor dan Muslimat membawa gagasan dan pendekatan baru kepada NU dan banyak mengikis keengganan untuk berubah. Penerimaan terhadap kedua divisi itu juga menunjukkan bahwa NU perlu mengikuti gagasan kaum modernis dan organisasi nasionalis sekuler bila ingin bersaing dan mendapatkan dukungan dari, dan mempunyai pengaruh terhadap, umat tradisionalis yang lebih luas. (M. Mujibur Rohman)

No comments:

Post a Comment