CORAK PERGOLAKAN SOSIAL
DALAM SEJARAH INDONESIA
Selama abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Indonesia terus-menerus
timbul pergolakan, kerusuhan, kegaduhan, aksi protes, dan sebagainya, yang
semuanya itu cukup menggoncangkan masyarakat dan pemerintah pada waktu itu.
Gerakan-gerakan rakyat itu pada umumnya dianggap sebagai gerakan yang bersifat
arkais, baik dari segi organisasinya, programnya, strategi dan taktiknya,
sehingga pemberontakan-pemberontakan yang dilancarkan mereka mudah sekali
ditindas oleh kekuatan militer kolonial.
Pada umumnya
gerakan-gerakan semacam itu umurnya sangat pendek dan merupakan pergolakan
lokal atau regional yang tidak ada koordinasi satu sama lain. Selain sifatnya
yang tradisional arkais, gerakan sosial juga memiliki orientasi tujuan yang
masih kabur serta pengikut atau pelaku-pelakunya tidak mempunyai gambaran yang
jelas tentang bagaimana tata masyarakat dan tata pemerintahan yang akan
direalisasikan andaikata perjuangan itu dapat mencapai kemenangan.
Secara luas
gerakan-gerakan sosial selama periode abad ke-19 dan 20 pada hakekatnya dapat
digolongkan menjadi empat golongan (Poesponegoro dan Notosutanto, 1992), sesuai
dengan landasan-landasan pokok yang mendorong timbulnya gerakan tersebut.
Pertama, adalah jenis gerakan melawan keadaan atau peraturan yang tidak adil.
Golongan yang kedua, adalah jenis gerakan ratu adil, yaitu suatu gerakan yang
bersifat mesianistis yang memuat harapan akan kedatangan ratu adil, atau Imam
Mahdi sebagai juru selamat rakyat. Kategori ketiga adalah gerakan Samin, dan
kategori keempat adalah adalah jenis gerakan-gerakan sekte keagamaan. Sartono
Kartodirdjo membagi tipe-tipe gerakan sosial menjadi empat tipe gerakan (Kartodirdjo,
1993), yaitu
1.
Gerakan melawan pungutan
tinggi, seperti yang terjadi di Cikandi Udik (1854), Ciomas(1886),
Condet(1916).
2.
Gerakan milenaristis yang
bertujuan mengembalikan zaman sebelum terjadi banyak perubahan, seperti banyak
gerakan yang ingin menegakkan kembali kesultanan Banten.
3.
Gerakan Mesianistis, yaitu
gerakan yang dipimpin oleh seseorang yang memposisikan dirinya sebagai ratu
adil atau imam Mahdi, seperti gerakan Ahmad Ngisa (1859) dan Gerakan Srikaton
(1888).
4.
Gerakan revivalistis dan
sektaris yang bertujuan memperbaiki kehidupan beragama, seperti gerakan Haji
Rifangi (1859-1860). (M. Mujibur Rohman)
No comments:
Post a Comment