FOLKLOR INDONESIA DAN JEPANG: SEBUAH PERBANDINGAN
(Bag.1)
A. Hakikat Folklor Jepang dan
Folklor Indonesia
Folklor Jepang yaitu sebagian dari kebudayaan Jepang yang tersebar
dan diwariskan turun-temurun di antara kolektif macam apa saja, secara
tradisional, dalam versi berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang
disertai gerak isyarat, atau alat pengingat (mnemonic device). Sedangkan
pengertian Folklor Indonesia juga hampir sama dengan Folklor Jepang, yakni
sebagian kebudayaan Indonesia yang disebarkan dan diwariskan turun-temurun
diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat (mnemonic device).
Jika Folk (pendukung
folklore) di Indonesia adalah kolektif apa saja, tidak memandang apakah
kolektif itu terpelajar atau tidak, bangsawan atau bukan, orang kota atau
bukan, dan lore-nya adalah semua hasil karya orang Indonesia yang pada
umumnya disebarkan dan diwariskan secara lisan, maka di Jepang pendukung
folklor adalah rakyat jelata (commoner), bahkan para petani pedesaan,
dan lore-nya adalah tradisi pribumi Jepang yang didukung oleh rakyat
jelata itu.
Apabila kebudayaan
mempunyai tujuh unsur universal-ekonomi, teknologi, sistem kemasyarakatan,
bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan
sistem religi, maka folklor-baik Jepang maupun Indonesia, juga mempunyai
beberapa bentuk (forms atau genre). Semua bentuk-bentuk itu
selanjutnya dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar : 1. Folklor lisan (verbal
folklore), 2. folklor sebagian lisan (party verbal folklore), 3.
folklor bukan lisan (non verbal folklore). Bentuk Folklor yang tergolong
kelompok besar pertama yaitu ungkapan rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan
tradisional (teka-teki), puisi rakyat, cerita prosa rakyat (mite, legenda Dan
dongeng), serta nyanyian rakyat. Bentuk-bentuk ini dapat dijumpai di Indonesia
Dan Jepang walaupun dalam versi dan bentuk yang berbeda. Contohnya prosa rakyat
Akinosuke dari Jepang yang mirip dengan legenda Singo Prono dari Boyolali, Jawa
Tengah.
Bentuk-bentuk folklor yang tergolong
kelompok besar kedua yaitu religi, permainan rakyat, teater rakyat, tari
rakyat, adat istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain. Bentuk-bentuk ini
juga dapat dijumpai di Jepang dan Indonesia dalam bentuk yang berbeda,
contohnya permainan rakyat Gerobak Sodhor (gobhak sodhor), Bentengan, Banggalan
dan lain-lain, di Indonesia sedangkan di Jepang mengenal permainan fisik Sumo.
Bentuk-bentuk kelompok
besar ketiga dapat diperinci ke dalam dua sub-kelompok besar, yakni yang
materiil dan yang bukan materiil. Bentuk-bentuk folklor materiil yaitu
arsitektur rakyat, seni kriya, pakaian, makanan dan minuman rakyat, serta
obat-obatan tradisional, sedangkan yang tergolong bukan materiil yaitu gerak
isyarat tradisional (gesture) dan musik tradisional. Hal ini juga dapat
dijumpai di Jepang dan Indonesia, salah satu contonya mengenai pakaian rakyat.
Jika di Jepang dikenal Kimono, maka di Indonesia dikenal pakaian-pakaian adat
seperti kebaya, baju Kurung, dan lain-lain. (M. Mujibur Rohman)
berhenti di 2012?
ReplyDelete