History

History
"History Make Me Happy"

Thursday 18 August 2016

TEORI PSIKOLOGI SELF IN RELATION DAN TERBENTUKNYA IDENTITAS SOSIAL

Teori psikologi self in relation memiliki makna bahwa identitas individu yang tampil dalam setiap interaksi sosial disebut dengan identitas sosial, yaitu bagian dari konsep diri individu yang terbentuk karena kesadaran individu sebagai anggota suatu kelompok sosial, di mana di dalamnya mencakup nilai-nilai dan emosi-emosi penting yang melekat dalam diri individu sebagai anggotanya. Seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam kehidupannya. Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari maupun tidak disadari. Teori ini memberi perhatian pada hubungan saling mempengaruhi di antara  individu dengan struktur sosial yang lebih besar lagi (masyarakat).
Manusia sebagai pribadi tidak dirumuskan sebagai suatu kesatuan individu saja tanpa sekaligus menghubungkannya dengan lingkungan sekitarnya. Kita tidak dapat membugkusnya ke dalam satu kesatuan individu saja, yang tidak pernah bersinggungan dengan lingkungan. Ketika kita membicarakan identitas di situ juga kita membicarakan kelompok. Adanya identitas dapat lebih memudahkan manusia menggambar keberadaan sesuatu sehingga dapat memberikan kemudahan manusia untuk bertindak.
Individu dan masyarakat dapat dipandang sebagai dua sisi dari satu mata uang. Seseorang dibentuk oleh interaksi, namun struktur sosial membentuk interaksi. Bagi setiap peran yang seseorang tampilkan dalam berinteraksi dengan orang lain, ia mempunyai definisi tentang diri mereka sendiri yang berbeda dengan diri orang lain, yang dinamakan “identitas”. Pembentukannya dipengaruhi oleh orang lain dalam proses interaksi sosial.

Manusia bukanlah makhluk yang pasif, menerima begitu saja keberadaan dirinya dan tidak butuh pengenalan diri. Manusia itu adalah makhluk yang dapat mengenal dan memikirkan situasi yang ada, melakukan sesuatu, berefleksi, menegaskan, bereaksi, dan berkreasi. Namun demikian, manusia tidak serta merta memilih akan identitasnya berasalkan dari pemikirannya pribadi tanpa tekanan dari luar. Masyarakat pun memberikan andil akan identitasnya. Ini karena identitas berasal dari interaksi individu dengan masyarakat. Dengan interaksi itu dia dapat mengetahui identitas mana yang cocok untuk dirinya.
Jika seseorang memiliki banyak peran, maka ia juga memiliki banyak identitas. Perilaku seseorang dalam suatu bentuk interaksi, dipengaruhi oleh harapan peran dan identitas dirinya, begitu juga perilaku pihak yang berinteraksi dengan orang tersebut.  Identitas individu dalam interaksi sosial merupakan hal yang fundamental dalam setiap interaksi sosial. Pertanyaan seperti “siapakah anda?” sebenarnya selalu tertuju pada upaya mengungkap identitas seseorang dan selanjutnya menentukan bentuk interaksi sosialnya.
 Setiap individu memerlukan identitas untuk memberinya penghargaan (recognition) dari pihak lain dan persamaan sosial (social equality). Bahkan dalam keadaan di mana individu ataupun kelompok merasa identitasnya sebagai anggota suatu kelompok kurang berharga maka akan muncul fenomena misidentification, yaitu upaya mengidentifikasi pada identitas /kelompok lain yang dipandang lebih baik. Fenomena ini misalnya ditemukan pada anak-anak kulit hitam di Amerika yang justru menganggap rendah kelompoknya sendiri dan lebih senang mengidentifikasi pada kelompok kulit putih.
Di dalam masyarakat sendiri secara hirarkis terstruktur kategori-kategori sosial yang merupakan penggolongan orang menurut negara, ras, kelas sosial, pekerjaan, jenis kelamin, etnis, agama dan lain sebagainya. Di dalam masing-masing kategori sosial tersebut melekat suatu kekuatan, status dan martabat yang pada akhirnya memunculkan suatu struktur sosial yang khas dalam masyarakat, yaitu suatu struktur yang menentukan kekuatan dan status hubungan antarindividu dan antarkelompok.
Pada dasarnya setiap individu ingin memiliki identitas sosial yang positif. Hal tersebut dalam rangka mendapatkan pengakuan. Dalam pandangan teori identitas, keinginan untuk memiliki identitas sosial yang positif dipandang sebagai motor psikologik penting dibalik tindakan-tindakan individu dalam setiap interaksi sosial. Hal tersebut berlangsung melalui proses. Proses perbandingan sosial (social comparison) merupakan serangkaian pembandingan dengan orang/ kelompok lain yang secara subyektif membantu individu membuat penilaian khusus tentang identitas sosialnya dibanding identitas sosial yang lain. Hal ini menunjukkan sebuah dialektika antara individu dengan masyarakat.
Selalu ada upaya-upaya untuk mempertahankan identitas sosial yang positif dan memperbaiki citra jika ternyata identitas sosialnya sedang terpuruk baik dalam skala individual maupun skala kelompok. Dalam konteks makro sosial (kelompok, masyarakat) maka upaya mencapai identitas sosial positif dicapai melalui 1) mobilitas sosial dan 2) perubahan sosial. Mobilitas sosial adalah perpindahan invidividu dari kelompok yang lebih rendah ke kelompok yang lebih tinggi. Mobilitas sosial hanya mungkin terjadi jika peluang untuk berpindah itu cukup terbuka. Namun demikian jika peluang untuk mobilitas sosial tidak ada, maka kelompok bawah akan berusaha meningkatkan status sosialnya sebagai kelompok. Pilihan pertama adalah dengan menggeser statusnya ke tingkat lebih atas. Kalau kemungkinan menggeser ke posisi lebih atas tidak ada, maka usaha yang dilakukan adalah dengan meningkatkan citra mengenai kelompok agar kesannya tidak terlalu jelek. (M. Mujibur Rohman)


No comments:

Post a Comment