KIAI DAN PESANTREN
Kiai (atau Kyai) di dalam pesantren merupakan salah satu
dari lima elemen utama pesantren, selain masjid, santri, pondok, dan kitab
kuning. Keduanya memiliki korelasi dan interdepedensi yang sangat kuat. Dapat
dikatakan kebesaran seorang kiai turut menentukan dinamika sebuah pesantren.
Penelitian-penelitian tentang pesantren selama ini memperlihatkan fenomena
semacam ini (Dhofier,1994; Mastuhu, 1994; Romas, 2004). Pesantren merupakan
salah satu lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia. Pesantren sendiri
menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para santri”, sedangkan
pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu.
Abdurrahman
Wahid dalam Faiqoh (2003:144) menyatakan istilah pondok berasal dari bahasa
Arab al-funduq yang berarti tempat tinggal sederhana yang digunakan kaum
sufi untuk bermeditasi (khalwat). Manfred Ziemek dalam Sisdiyanto (2006:34)
menyebutkan kata pesantren berasal dari kata santri, kemudian mendapat awalan
pe dan akhiran an sehingga menjadi kata pe-santri-an, kemudian berubah menjadi
pesantren yang berarti tempat santri. Kata santri sendiri berasal dari kata
shastra(i) dari bahasa Tamil (India) yang berarti ahli buku suci. Lembaga
pendidikan pesantren memiliki tujuan untuk
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan
pada moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari
(Mastuhu, 1994:39-40).
Kenyataan
menunjukkan peranan kiai sangat vital dalam suatu pesantren. Seperti halnya
istilah pesantren, istilah kiai juga memiliki banyak tafsiran dan pendapat.
Akan tetapi, secara umum orang Jawa menggunakan istilah itu sebagai gelar
kehormatan yang diberikan kepada tiga hal. Pertama,
sebagai gelar kehormatan bagi seorang ahli agama Islam atau ulama yang mengasuh
pengajaran dan pendidikan di pesantren. Kedua,
gelar atau sebutan terhadap benda-benda atau binatang yang dianggap keramat
arau sakral, seperti benda-benada pusaka keraton dan binatang-binatang
mistis-legendaris. Ketiga, gelar atau
sebutan yang diberikan kepada orang-orang tua yang patut dihormati atau mereka
yang berkedudukan sosial terkemuka (Musyarof, 2006:66).
Pada dasarnya
istilah kiai di Jawa sama maknanya dengan istilah ulama di daerah melayu atau
dunia Islam umumnya. Dalam sumber historiografi Jawa, baik dalam bentuk babad
maupun serat istilah ”kiai”, ”santri” dan ”ulama” atau ”ngulama” telah lama
dikenal. Sumber tersebut banyak memberikan gambaran tentang bagaimana orang
Jawa membeikan penghargaan dan penghormatan tinggi kepada raja, guru, termasuk
kiai, di samping kepada orang tua atau orang yang dipandang tua (Musyarof,
2006:67). Ada pertanda bahwa pandangan ini merupakan kecenderungan yang berlaku
dalam kebudayaan Indonesia. Demikian pula kepercayaan tentang adanya kelebihan
(karomah) dan kemampuan memberikan barokah dari Allah SWT kepada umatnya yang
dimiliki oleh para kiai atau ulama yang banyak dijumpai dalam sumber-seumber
lokal sejarah Jawa. Tidak mengherankan apabila orang Jawa menempatkan kiai
sebagai golongan pemimpin yang kharismatik, seperti halnya ulama dan ustad di
lingkungan masyarakat Islam lainnya. (M. Mujibur Rohman)
Prediksi Togel Sgp Mbah Bonar 11 September 2019 Ayo Pasang Angka Keberuntunganmu hari ini Gabung sekarang dan Dapatkan Potongan Setiap Hari !!!
ReplyDelete